BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Peraturan Pemerintah RI
Nomor
19 Tahun 2005 tentang standar nasional
pendidikan pasal 28 menyatakan “Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik
dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pada bagian
penjelasan pasal 28 Peraturan Pemerintah di atas yang dimaksud dengan pendidik
pada ketentuan ini adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi dan
berkompetensi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Sesuai
dengan pasal 28 ini pamong belajar termasuk pendidik yang harus memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran.
Bila ditilik dari
kualifikasi akademik, maka pamong
belajar yang ada di berbagai satuan pendidikan nonformal
sudah memenuhi kriteria yang dimaksud, sesuai dengan hasil penelitian Tasril
Bartin (2009) yang menyebutkan bahwa pangkat dominan pamong belajar adalah
Golongan III dengan pendidikan terakhir
Sarjana.
Tantangan klasik pamong
belajar antara lain berkaitan dengan karier, kompetensi, sertifikasi,
pengembangan profesional, serta penghargaan dan perlindungan . Sadid (2012) mengemukakan akan rendahnya
kompetensi pamong belajar. Untuk itu
dibutuhkan upaya peningkatan mutu pamong belajar.
Untuk peningkatan
kompetensi seringkali diselenggarakan pelatihan secara regular dan konvensional
dengan sistem ceramah dan tatap muka namun belum dapat mencapai tujuan secara
optimal, baik dalam menjangkau populasi sasaran maupun capaian kompetensi
sesuai dengan tuntutan tugas.
Selain itu pamong
belajar juga dituntut untuk memiliki
kompetensi yang meliputi aspek pengetahuan, ketrampilan, sikap dan perilaku
yang mendukung strategi institusi PAUDNI. Hal tersebut dapat dilihat secara detail
dan kasat mata manakala pamong
belajar harus menterjemahkan tugas
pokoknya sebagai pelaksana kegiatan belajar mengajar, pengkaji program dan pengembang model di
bidang PAUDNI sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.15
Tahun 2010.
Di sisi yang lain perkembangan
dan dinamika kebutuhan belajar masyarakat membutuhkan pamong
belajar yang profesional dan kompeten
sehingga mampu mengikuti perkembangan dan dinamika tersebut. Hal ini untuk
menjamin agar warga bejajar mendapatkan layanan pendidikan nonformal yang
berkualitas sesuai dengan kebutuhan belajarnya serta dalam kerangka mengembangkan
potensinya, yaitu penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian. Dengan demikian
diperlukan pengembangan kompetensi pamong belajar dengan merekayasa perilaku
kerja sehingga dapat menunjukkan kinerja yang optimal.
Prasetya (2002) menyebutkan bahwa pengembangan kompetensi
pamong belajar sebagai sumber daya manusia pada lembaga PAUDNI setidaknya meliputi, 1) jalur pendidikan dan
pelatihan (diklat) maupun non-diklat, bentuk diklat misalnya workshop,
seminar, dan,
lokakarya, sedangkan
non diklat dapat berbentuk pemberian bonus dan insentif, sertifikasi, teguran
dan hukuman, 2) tidak
harus menunjukkan hasil yang segera dapat diamati dan dinikmati sebab cenderung
membutuhkan waktu yang panjang,
3) merupakan sebuah investasi yang cepat atau lambat akan
menghasilkan buah.
Kinerja pamong belajar
dapat optimal apabila memiliki kompetensi yang handal. Kehandalan kompetensi
pamong belajar ini dapat dibentuk. Pembentukan kompetensi tersebut sangat dipengaruhi
oleh kemampuan sistem instansi atau lembaga PAUDNI dalam me-manage pamong belajar ke dalam diversifikasi
kompetensi individu yang
meliputi, 1) kompetensi pencapaian tujuan, 2)
kompetensi pemecahan masalah, 3) kompetensi interaksi sesama, dan 4) kompetensi
teamwork (Husaini, 1999).
Dengan demikian sinergi
kompetensi masing-masing pamong belajar secara simultan akan dapat mengoptimalkan
performance instansi atau lembaga PAUDNI
secara keseluruhan.
Tantangan yang perlu
menjadi perhatian selanjutnya terarah pada bagaimana pamong belajar mampu memenuhi harapan perkembangan
organisasi atau instansi dan lembaga PAUDNI sebagaimana visi dan misi yang
telah ditentukan. Mulyani (2012) mengungkapkan bahwa upaya peningkatan mutu
pamong belajar harus terarah dan sistematis sesuai dengan visi lembaga PAUDNI,
komprehensif dan berkelanjutan. Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan mutu
pamong belajar,
Mulyani (2012),
merealisasikan upaya tersebut dalam beberapa komponen diantaranya, pengembangan model di
bidang PTK-PNF, pengembangan sistem informasi dan komunikasi berbasis
teknologi/information and communication
technology (ICT), pembentukan, pembinaan dan pemberdayaan Forum PTK-PNF, renovasi
dan peningkatan fungsi diklat, serta manajemen.
Melalui praktek-praktek
manajemen seperti pelatihan, pengembangan, penilaian dan kompensasi diharapkan
akan menciptakan pamong belajar yang memiliki kompetensi, komitmen, dan
motivasi tinggi untuk mendukung implementasi Strategi Pengembangan Kompetensi
Berbasis Visi (“Petisi”) pada instansi
atau lembaga PAUDNI. Nampaknya perlu ada keseimbangan antara orientasi
organisasi yang akan dituju dengan kinerja yang seharusnya dieksiskan oleh
pamong belajar dalam mewujudkan pengembangan instansi atau lembaga PAUDNI yang
optimal. Harapannya adalah tercapainya visi, misi, dan tujuan strategis instansi
atau lembaga PAUDNI.
Diharapkan melalui strategi
“Petisi” (Pengembangan Kompetensi Berbasis Visi) yang dipaparkan di atas
kompetensi pamong belajar sedikit demi sedikit dapat ditingkatkan. Lebih lanjut
dapat diterangkan, bahwa sebagai salah satu bentuk proses pendidikan yang
tertuju kepada diri Pamong Belajar, maka hambatan dan kendala terbesar yang
akan dijumpai adalah berasal dari diri internal yang bersangkutan untuk
mengevaluasi, memperbaiki dan mengembangkan diri ke ranah positif.
B.
Masalah
Bertitik tolak dari
paparan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah
strategi ”Petisi” dapat meningkatkan
kompetensi pamong belajar?
2. Kendala
apa saja yang akan dihadapi dalam mengimplementasikan strategi ”Petisi” untuk meningkatkan
kompetensi pamong belajar?
3. Faktor
pendukung apa saja yang dapat
menunjang
implementasi strategi
”Petisi” dalam rangka meningkatkan kompetensi pamong belajar?
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan
karya tulis ini sebagaimana berikut.
1. Mendeskripsikan
strategi ”Petisi” dalam meningkatkan kompetensi pamong
belajar.
2. Mendeskripsikan
kendala yang akan dihadapi
dalam mengimplementasikan strategi
”Petisi” dalam
meningkatkan kompetensi pamong belajar.
3. Mendeskripsikan
faktor pendukung yang menjadi
pendukung dalam mengimplementasikan strategi ”Petisi” untuk meningkatkan kompetensi pamong
belajar.
D. Manfaat
Manfaat dari penulisan karya
tulis ini dapat dideskripisikan sebagai berikut.
1.
Manfaat teoritis
Dalam ranah
teoritis karya tulis ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan baru tentang strategi ”Petisi” dalam meningkatkan kompetensi pamong
belajar. Selain itu karya tulis ini diharapkan dapat melengkapi penulisan karya
tulis yang sudah ada dan menjadi inventarisasi kepustakaan lembaga
penyelenggara PAUDNI, sekaligus sebagai bahan rujukan dalam penulisan.
2.
Manfaat Praktis
Dalam ranah
praktis, karya tulis ini diharapkan memberikan deskripsi informatif sebagai
masukan yang memadai tentang model pelatihan yang dapat dioperasionalisasikan secara
efektif pada warga belajar dalam penyelenggaraan
program kursus di lembaga PAUDNI. Efektivitas
penyelenggaraan program kursus keterampilan mendukung program pemberdayaan
masyarakat menuju kemandirian ekonomi.
Bagi pemangku
kebijakan tingkat pusat maupun daerah karya tulis ini memberikan andil dalam
merumuskan kebijakan penyelenggaraan program pelatihan keterampilan sehingga
menunjang keberhasilan pelaksanaan program PAUDNI untuk memberikan pelayanan
PNF yang berkualitas pada warga belajar.
BAB
II
LANDASAN
TEORETIS
A. Definisi Operasional Teoritis
Berkenaan
dengan karya tulis ini, definisi akan dijabarkan secara detail sesuai dengan
fokus pembahasan. Definisi dan konsep-konsep bahasan yang menjadi landasan
pengembangan teori yang relevan dengan karya tulis ini adalah sebagai berikut.
1.
Strategi
Menurut Tafiprios strategi merupakan suatu kegiatan
komprehensif yang menentukan petunjuk dan pengarahan yang kritis terhadap
pengalokasian sumber daya untuk mencapai sasaran jangka panjang organisasi . Praktek
di lapangan menunjukkan bahwa pilihan strategi merupakan sesuatu yang kompleks
dan tugas yang beresiko. Pilihan strategi yang tepat diharapkan dapat menambah
daya saing lembaga menghadapi dinamika perubahan lingkungan dan perkembangan
pembangunan pendidikan.
Strategi secara luas dapat dirumuskan sebagai suatu
program pendefinisian organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi
serta pelaksanaan misi organisasi. Strategi ini dikenal
dengan perencanaan strategis sebagai peran aktif organisasi dalam menghadapi
lingkungan yang kompetitif.
Perencanaan strategis adalah proses memutuskan
program-program apa yang akan dilaksanakan oleh organisasi dan perkiraan jumlah
sumber daya yang akan dialokasikan ke setiap program jangka panjang selama
beberapa tahun ke depan. Dengan adanya perencanaan strategis ini, maka konsepsi
organisasi atau lembaga menjadi jelas sehingga memudahkan dalam memformulasikan
sasaran serta rencana-rencana lain yang dapat mengarahkan sumber daya
organisasi maupun lembaga secara efektif.
2.
Pengembangan
Pengembangan adalah usaha untuk menyiapkan pegawai
dengan kemampuan tertentu yang dibutuhkan organisasi di masa yang akan datang.
Pengembangan lebih fokus pada pekerjaan sekarang dan yang akan datang,
Cakupannya kelompok atau organisasi, jangka waktu lebih panjang, dan bertujuan
untuk persiapan kebutuhan kerja masa yang akan datang (Gomez-Mejia, 2004: 260).
Menurut Noe
(2002:282), pengembangan mengacu pada pendidikan
formal, pengalaman kerja, hubungan, serta penilaian kepribadian dan kemampuan
yang membantu pegawai mempersiapkan masa depannya.
Dengan demikian pengembangan lebih fokus pada masa
depan, membutuhkan pengalaman kerja yang tinggi dalam arti kompetensi yang capable, lebih dinamis karena bertujuan
untuk mempersiapkan pegawai menghadapi perubahan dan partisipasinya bersifat
sukarela. Melalui praktek-praktek
manajemen SDM pengembangan dapat dilakukan melalui training, coaching maupun counseling.
3.
Kompetensi
Kompetensi dapat dimaknai dari berbagai perspektif.
Pandangan Sedarmayanti (2007:125) mengenai kompetensi adalah a) kemampuan
mentransfer keahlian dan kemampuan kepada situasi baru pada wilayah kerja, b)
kemampuan dan kemauan melaksanakan tugas, c) dimensi perilaku yang mempengaruhi
kinerja, d) karakteristik individu apapun yang dapat dihitung dan diukur secara
konsisten, e) kemampuan dasar dan kualitas yang diperlukan untuk mengerjakan
pekerjaan dengan baik, dan f) bakat, sifat dan keahlian individu.
Kompetensi merupakan faktor kunci penentu bagi
seseorang dalam menghasilkan kinerja yang optimal. Apalagi dengan dinamika dan
perkembangan kebutuhan belajar yang semakin beragam, maka pamong belajar
membutuhkan kompetensi yang handal dalam menhadapi banyak tantangan dan
perubahan. Kompetensi yang diperlukan oleh pamong belajar dalam menghadapi
dinamika pembangunan pendidikan adalah fleksibilitas; motivasi sebagai individu pembelajar yang penuh
antusiasme dan tulus terhadap kesempatan untuk mempelajari ketrampilan teknis
maupun kemampuan interpersonal yang baru; memiliki achievement motivation untuk berprestasi dan menghasilkan unjuk
kerja yang lebih baik; mampu bekerjasama denga kelompok multi disipliner dengan
beragam latar belakang; selalu bersikap positif; dan memiliki dorongan tulus
untuk membantu orang lain serta berinisiatif memecahkan persoalan.
Adapun pemahaman teknis mengenai kompetensi yang
diimplementasiakn pamong belajar
dalam instansi maupun lembaga PAUDNI adalah kemampuan yang dimiliki untuk dapat
menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan benar sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya sebagai pelaksanan kegiatan belajar mengajar, pengkaji program dan
pengembang model PAUDNI.
4.
Visi
Menurut Wibisono (2006:43) visi merupakan rangkaian
kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah organisasi yang ingin
dicapai di masa depan. Visi merupakan skenario masa depan organisasi. Visi
menunjukkan kemana organisasi akan dibawa.
Visi merupakan hal yang sangat krusial bagi
organisasi atau lembaga untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka
panjang. Dalam visi suatu organisasi terdapat juga nilai-nilai, aspirasi serta
kebutuhan organisasi di masa depan seperti yang diungkapkan oleh Kotler yang
dikutip oleh Nawawi (2000 :122).
Dengan demikian visi adalah pernyataan tentang
tujuan instansi atau lembaga PAUDNI yang diekspresikan dalam produk dan
pelayanan yang ditawarkan, kelompok masyarakat yang dilayani, nilai-nilai yang
diperoleh serta aspirasi dan cita-cita masa depan.
B. Karakteristik Strategi Pengembangan
Kompetensi Berbasis Visi ( Vision Based
Competency Development )
Dengan
perkembangan dan dinamika kebutuhan belajar para warga belajar maka lembaga
maupun instansi PAUDNI senantiasa melakukan upaya-upaya yang dapat memperkokoh
eksistensinya. Salah satunya dengan memberikan niai tambah bagi lingkungannnya
melalui penyampaian berbagai macam output yang telah dihasilkan. Upaya ini akan
berhasil manakala instansi maupun lembaga PAUDNI memiliki sumber daya manusia
dalam hal ini pamong belajar yang kompeten.
Namun
persoalan yang sering dihadapi instansi maupun lembaga PAUDNI dalam pengembangan
dan implementasi strategi adalah terbatasnya pamong belajar yang memiliki
kompetensi yang handal untuk menjalankan strategi lembaga berbasis visi. Secara
umum hubungan antara visi, misi, tujuan, nilai dengan strategi lembaga dan
strategi pengembangan SDM dapat digambarkan sebagai berikut.
1.
Hubungan
Visi dengan Strategi Organisasi
Visi bagi
lembaga atau instansi PAUDNI dapat digunakan sebagai: 1) penyatuan tujuan, arah
dan sasaran organisasi, 2) dasar untuk pemanfaatan dan alokasi sumber daya dan
pengendaliannya, serta 3) pembentuk dan pembangun budaya organisasi. Berkaitan
hal tersebut visi merupakan arah strategik bagi instansi atau lembaga PAUDNI.
Berdasarkan visi tersebut, instansi atau lembaga PAUDNI harus menjabarkan dalam
strategi-strategi untuk mencapai visi tersebut.
Menurut Lynch
seperti yang dikutip oleh Wibisono (2006 : 50-51), stategi organisasi merupakan
pola atau rencana yang mengintegrasikan tujuan utama atau kebijakan organisasi
dengan rangkaian tindakan dalam sebuah pernyataan yang saling mengikat.
Strategi organisasi biasanya berkaitan
dengan prinsip-prinsip secara umum untuk mencapai visi yang dicanangkan
organisasi serta bagaimana organisasi memilih jalur yang spesifik untuk
mencapai visi tersebut.
Setelah visi
dirumuskan maka seluruh strategi instansi atau lembaga PAUDNI harus mengacu
pada visi tersebut dan tidak boleh dibalik, strategi yang disusun duluan baru
visi belakangan. Sebab dikhawatirkan strategi tidak akan efektif karena
komitmen dan arah tujuan seluruh pegawai (pamong belajar) dalam organisasi
berbeda dan terkotak-kotak dalam functional
structure.
2.
Hubungan
Strategi Organisasi dengan Human Resource
Strategy
Seiring
perkembangan dan dinamika kebutuhan belajar masyarakat, maka instansi atau
lembaga PAUDNI yang mampu bertahan adalah yang tanggap dan langsung merespon
perkembangan dan dinamika tersebut dengan strategi organisasi baru sehingga
instansi atau lembaga PAUDNI mampu memberikan produk dan pelayanan kepada warga
belajar sesuai dengan tuntutan dinamika tersebut. Namun keunggulan strategi
lembaga tidak akan berarti tanpa implementasi strategi yang baik. Dalam
implementasi strategi akan nampak bagaimana suatu instansi atau lembaga PAUDNI
menuangkan strategi berbasis visi lembaga dalam action atau tindakan.
Secara umum
unsur yang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan implementasi strategi berbasis
visi dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu, 1) manusia, yang meliputi pamong
belajar, tutor, staff dan perilaku individu tersebut, serta 2) unsur
non-manusia, yang meliputi struktur orgasisasi kelembagaan, sistem dan
prosedur, teknologi dan sarana maupun fasilitas yang digunakan oleh instansi
atau lembaga PAUDNI.
Di dalam
manajemen strategis, strategi pengembangan sumber daya manusia (pamong belajar)
merupakan bagian dari proses implementasi strategi. Pada tahapan ini diperlukan
kemampuan dasar atau basic skill yang kuat, pamong belajar dengan penguasaan
pengetahuan yang up to date, memiliki
kapasitas pembelajaran yang kuat tercermin dari manajemen pembelajaran yang
handal, serta mempunyai kapasitas adaptif terhadap perubahan.
Dalam hubungan
ini pembentukan kompetensi pamong belajar dalam lembaga dan instansi PAUDNI
melalui strategi-strategi SDM menjadi faktor penting dalam menunjang
keberhasilan strategi berbasis visi pada instansi atau lembaga PAUDNI. Inti
dari pengembangan kompetensi pamong belajar adalah membuat bagaimana pamong
belajar mampu memberikan kontribusi maksimal untuk mendukung pencapaian tujuan
strategis instansi dan lembaga PAUDNI melalui implementasi strategis berbasis visi
yang dijalankan. Dengan demikian harus dibangun koneksi antara strategi
berbasis visi pada instansi dan lembaga PAUDNI dengan strategi pengembangan
sumber daya manusia (pamong belajar) yang akan dijalankan. Dengan kata lain
strategi lembaga atau instansi PAUDNI dan strategi pengembangan kompetensi
pamong belajar akan memiliki makna jika keduanya selalu diintegralkan dengan
kebutuhan strategis instansi atau lembaga PAUDNI dalam menghadapi perkembangan
dan dinamika warga belajar yang semakin beragam.
3.
Human Resource Strategy dan Human Resource Development
Implementasi
strategi berbasis visi pada instansi dan lembaga PAUDNI agar dapat berjalan
optimal membutuhkan pamong belajar dengan pola pikir yang dinamis, kreatif, dan
inovatif. Kebutuhan tersebut dapat diperoleh dengan mengaplikasikan strategi
pengembangan sumber daya manusia dengan meng-upgrade pamong belajar yang sudah ada dengan keahlian dan
kompetensi baru.
Pengembangan
sumber daya manusia (human resources
development) didefinisikan oleh Werner dan DeSimone (2009 : 4) sebagai
serangkaian aktivitas yang sistematis dan terencana yang dirancang oleh
organisasi untuk memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk mempelajari
keahlian yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan saat ini dan yang akan datang.
Pengembangan sumber daya manusia tersebut setidak-tidaknya meliputi
kepemimpinan transformasional, manajemen perubahan, motivasi, manajemen waktu,
manajemen stress, program pendampingan pegawai, pembentukan tim, pengembangan
lembaga atau instansi, pengembangan karir, serta pelatihan dan pengembangan.
Semua aspek tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pembelajaran dan kinerja
pamong belajar. Kinerja adalah suatu hasil
dimana pegawai dan sumber daya
lain yang ada dalam instansi atau lembaga PAUDNI secara bersama-sama
membawa hasil akhir yang didasarkan pada
tingkat mutu dan standar yang telah ditetapkan. Konsekuensinya instansi atau
lembaga PAUDNI memerlukan pamong belajar yang memiliki keahlian dan kemampuan
yang unik sesuai dengan visi organisasi.
Pengembangan
kompetensi pamong belajar berbasis visi dilakukan agar dapat memberikan hasil
yang sesuai dengan tujuan dan sasaran instansi atau lembaga PAUDNI seperti
tercermin dalam visi yang diembannya dengan standar kinerja yang telah
disepakati. Definisi kompetensi berdasarkan kamus lengkap Bahasa Indonesia dari
Prof. Drs. S. Wojowasito dan W. J. S. Poerwadarminta berarti kemampuan atau
kecakapan. Kupper dan Palthe (1995) menjelaskan “competencies as ability of a student/worker enabling him to accomplish
tasks adequately, to find solution and to realize them in work situation. These
qualifications should be expressed in term of knowledge, skills, and attitude”.
Kompetensi menyangkut kewenangan setiap pamong belajar untuk melakukan tugas
atau mengambil keputusan sesuai perannya sebagai pendidik dalam pendidikan non
formal serta tupoksinya sebagai pengembang model dan pelaksana kajian program
yang diselenggarakan dalam pendidikan non formal yang relevan dengan keahlian,
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kompetensi yang dimiliki pamong
belajar secara individual harus mampu mendukung setiap perubahan dan dinamika
yang dilakukan manajemen. Dengan kata lain kompetensi berbasis visi yang
dimiliki individu pamong belajar dapat mendukung sistem kerja berdasarkan tim.
C. Kerangka Berpikir
Memperhatikan
permasalahan-permasalahan pada sumber daya lembaga PAUDNI yang terfokus pada rendahnya
kompetensi pamong belajar, maka dibutuhkan suatu strategi peningkatan
kompetensi yang kreatif dan inovatif. Salah satunya dengan berpijak pada visi
lembaga PAUDNI sebagai impian masa depan dan arah tujuan organisasi.
Sinkronisasi
visi lembaga dengan strategi peningkatan kompetensi Pamong Belajar membuat
proses pengembangan pengetahuan, ketrampilan dan sikap pamong belajar sebagai
individu pembelajar terus terasah dalam rangka meningkatkan pelayanan
pendidikan non formal bagi warga belajar. Peningkatan kompetensi pamong belajar
turut mengurangi stagnansi lembaga PAUDNI selaku penyelenggara program
pendidikan non formal yang dianggap hanya sebagai pelengkap pendidikan formal.
Pelaksanaan
selesaian berdasarkan problematika yang muncul terbagi dalam dua langkah yaitu
perencanaan dan pelaksanaan. Proses perencanaan selesaian untuk mengatasi
problematika tersebut terbagi dalam tiga tahapan, yaitu : tahap penjajakan,
tahap penstrukturan, dan tahap perancangan. Tahap penjajakan adalah melakukan
analisis dan telaah yang kontemplatif mengenai kondisi internal dan lingkungan
eksternal lembaga PAUDNI, serta melakukan identifikasi kebutuhan (need assesment) lembaga.
Setelah
tahap pertama dilakukan tahapan
selanjutnya mencari alternatif selesaian sesuai dengan hasil identifikasi
kelembagaan yaitu tahap penstrukturan dengan pengadaan dan pengembangan
mekanisme untuk mengkoordinasi tupoksi pamong belajar menjadi satu kesatuan
yang terpadu dan harmonis. Fokus utama dalam tahap ini adalah strategi manajemen SDM melalui pengembangan kompetensi
pamong belajar.
Tahapan
perencanaan yang terakhir adalah tahap perancangan yaitu perumusan rancang
bangun implementasi strategi
pengembangan kompetensi berbasis visi (Petisi). Langkah-langkah dalam implementasi strategi adalah
pemetaan kompetensi, pengorganisasian kompetensi, pengembangan kompetensi,
evaluasi dan implementasi langkah strategis yang konsisten dan sistematis.
Pemetaan
kompetensi adalah merumuskan kompetensi yang dibutuhkan lembaga PAUDNI dan
kompetensi yang sudah dimiliki. Setelah didapat data dilakukan pengorganisasian
kompetensi yaitu mengklasifikasikan temuan kompetensi hingga diperoleh gap atau kesenjangan antara kompetensi
yang dibutuhkan untuk mencapai visi lembaga dengan kompetensi yang sudah
dimiliki pamong belajar.
Langkah
selanjutnya adalah pengembangan kompetensi, di sini perlu dilakukan proses
penilaian dan pengukuran kompetensi karyawan dengan tolok ukur kesenjangan
kompetensi yang diperoleh pada langkah sebelumnya. Dari hasil pengkuran dan
penilaian tersebut disusunlah rencana pengembangan kompetensi pamong belajar
melalui training, coaching dan counseling hingga memenuhi kompetensi
yang dibutuhkan oleh lembaga.
Setelah
pengembangan kompetensi dilaksanakan perlu diadakan evaluasi yang kontinu agar
strategi dengan visi lembaga dan berjalan efektif. Langkah terakhir adalah
implementasi strategi secara konsisten dan sistematis, di sini perlu konsistensi pimpinan dalam proses
penerapannya. Output yang diharapkan setelah penerapan implementasi strategi “Petisi”
pada lembaga PAUDNI adalah peningkatan kompetensi pamong belajar meliputi
pengetahuan, ketrampilan dan pola sikap pamong belajar hingga menghasilkan
kinerja yang optimal. Dengan penjelasan tersebut, maka disusun suatu bagan kerangka
berpikir Strategi “Petisi” (Pengembangan Kompetensi Berbasis Visi) dalam rangka
meningkatkan kompetensi pamong belajar yang digambarkan sebagai berikut.
BAB
III
STRATEGI “PETISI”
A.
Pentingnya
Implementasi Strategi “Petisi”
Kualifikasi
pendidikan pamong belajar seringkali tidak sinkron dengan lembaga PAUDNI yang
membutuhkan lulusan program Pendidikan Luar Sekolah atau yang serupa
mengakibatkan rendahnya kompetensi pamong belajar sebab kurangnya pemahaman
mengenai lingkup kerja, budaya serta nilai-nilai di lingkungan kerja. Hal ini
lumrah terjadi dalam fleksibilitas pendidikan non formal sehingga seringkali
diadakan program pengembangan kompetensi sumber daya manusia dengan mengadakan
pendidikan dan pelatihan.
Namun pada pelaksanaannya
terjadi pendistribusian surat tugas untuk mengikuti pelatihan yang tidak
merata sehingga pengembangan kompetensi
pamong belajar tidak berjalan maksimal. Program pengembangan kompetensi melalui
pelatihan metode ceramah dengan pola tatap muka juga belum mencapai tujuan
secara optimal. Kurangnya program pembinaan berjenjang dan berkelanjutan bagi
pamong belajar turut andil dalam lemahnya kompetensi pamong belajar.
Pada umumnya
lembaga PAUDNI sudah memiliki visi dan misi organisasi namun implementasi
strategi berbasis visi belum dilakukan. Padahal visi merupakan 1) unsur penyatu
arah, tujuan dan sasaran lembaga, 2) dasar untuk pemanfaatan dan alokasi sumber
daya serta pengendaliannya , serta 3) pembentuk dan pembangun budaya lembaga.
Belum adanya implementasi
strategi berbasis visi pada lembaga PAUDNI berimbas pada kondisi lembaga yang
mengalami stagnansi, pelaksanaan program PAUDNI yang kurang inovatif, lemahnya
kompetensi pamong belajar saat diwajibkan untuk mengkaji program maupun
melakukan pengembangan model PAUDNI, rendahnya manajemen belajar pamong belajar
saat melakukan kegiatan belajar mengajar pada pendidikan keaksaraan.
Manajemen
belajar yang rendah tercermin dari belum adanya silabus maupun perangkat
pelajaran sebagai alat utama pamong belajar dalam melaksanakan kegiatan belajar
mengajar dalam pola tatap muka, tugas mandiri, maupun tutorial.
B.
Langkah
Pelaksanaan
Strategi
“Petisi” merupakan proses pengembangan kompetensi pamong belajar berbasis visi
dengan rangkaian tindakan pengembangan seperti training, coaching maupun counseling
untuk mencapai misi lembaga PAUDNI. Adapun langkah pelaksanaan pengembangan
kompetensi melalui Strategi “Petisi” dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
Perencanaan
Kompetensi
Dalam
perencanaan kompetensi, instansi atau lembaga PNF harus berpijak pada visi dan
misi (arah strategi orgainsasi yang akan dituju) kemudian diterjemahkan dalam
strategi fungsional yang ada. Dengan kata lain, visi dan misi ini diterjemahkan
dalam strategi pengelolaan Sumber Daya Manusia yang ada dalam instansi ataupun
lembaga PAUDNI yang kemudian diterjemahkan menjadi tuntutan kompetensi yang
harus dimiliki oleh SDM dalam organisasi tersebut.
Sebagai
contoh, SKB Salatiga memiliki visi “Unggul dalam Pelayanan dan Percontohan
PNF”, maka dalam strategi pengembangan sumber daya manusianya haruslah
mendukung pengembangan kompetensi yang dapat membantu pencapaian visi menjadi
lembaga percontohan dan pemberi layanan PNF yang unggul. Program-program
pengembangan sumber daya manusianya juga harus mencerminkan arah strategi
tersedianya sumber daya manusia yang unggul.
Dalam mengkomunikasikan visi, peran
leadership sangat menentukan. Menurut
Davidson (1995 : 75) peran leadership
dalam mengkomunikasikan visi dapat melalui : 1) education (menumbuhkan pemahaman terhadap visi), 2) authentication (menumbuhkan keyakinan
kepada semua pihak bahwa “kata sesuai dengan tindakan”), 3) motivation (menumbuhkan kemauan dari
dalam diri pegawai untuk berperilaku sesuai tujuan organisasi). Sampai pada
titik ini, strategi belum dieksekusi. Ibarat satu kompi pasukan yang siap
tempur maka setiap individu dalam pasukan, dari komandan hingga anggota, telah menyepakati
dan memahami strategi apa yang digunakan dalam peperangan.
Untuk mengeksekusi Strategi “Petisi”
(Pengembangan Kompetensi Berbasis Visi) yang telah disepakati dan dipahami, maka
dibutuhkan visualisasi dalam bentuk peta kompetensi untuk memudahkan
pengelolaan kompetensi sumber daya manusia. Pemetaan kompetensi merupakan
rancangan kompetensi yang akan dibangun organisasi, baik yang merupakan
kompetensi inti maupun kompetensi pendukung.
Manfaat dari pemetaan kompetesi ini
adalah untuk melengkapi database SDM
yang dimiliki organisasi, mengetahui kompetensi dari setiap pegawai, dapat
dilakukan penempatan atau placement
yang tepat dalam rangka optimalisasi kinerja sesuai kompetensi yang diharapkan,
dapat diperoleh klasifikasi kompetensi pegawai untuk pengembangan dan
pendayagunaan sumber daya manusia, dasar pertimbangan karir dan promosi, pembinaan
dan pemberdayaan bagi peningkatan kemampuan serta keterampilan pegawai dalam
pelaksanaan tugas.
b.
Pengorganisasian
Kompetensi
Setelah
peta kompetensi diketahui, maka dilakukan pengelompokan atas kompetensi
tersebut. Upaya klasifikasi ini bisa dilakukan melalui penentuan bidang-bidang
kompetensi inti yang merupakan tonggak organisasi, maupun bidang kompetensi
pendukung. Kompetensi inti merupakan kompetensi yang diperlukan untuk mencapai
visi-misi, strategi dan budaya organisasi. Kompetensi inti dapat memberikan
nilai tambah pada kualitas produk maupun pelayanan organisasi serta dapat
meningkatkan daya saing organisasi. Misalnya SKB Salatiga yang memiliki visi “Unggul
dalam pelayanan PNF”, maka kompetensi yang berkaitan dengan customer service orientation harus ada
pada setiap pegawai.
Sedangkan
kompetensi pendukung diperlukan oleh masing-masing bidang atau unit organisasi
dalam menjaga kelancaran dan efektivitas operasional organisasi. Bidang dan
tingkatan kompetensi pendukung lebih spesifik untuk tiap bagian organisasi. Pengorganisasian
kompetensi ini memudahkan lembaga PAUDNI dalam melakukan upaya pengembangan
kompetensi pegawai lebih jauh.
c.
Pengembangan
Kompetensi
Upaya
pengembangan kompetensi dimulai dari tahap penilaian terhadap kompetensi pamong
belajar yang dilakukan oleh tim penilai dengan menggunakan form yang telah
disepakati bersama. Dengan demikian dapat diukur perbandingan level kompetensi
yang dibutuhkan dengan kondisi aktual (kompetensi pegawai). Ukuran perbandingan
inilah yang akan menjadi ukuran ’gap’
atau kesenjangan kompetensi.
Dalam melakukan
pengukuran kompetensi pamong belajar perlu diingat bahwa tim harus melakukan
koordinasi dan diskusi untuk membangun komunikasi yang baik di antara anggota
tim. Dengan adanya komunikasi yang baik, maka arah dan tujuan dari program
penilaian dan pengukuran gap
kompetensi pamong belajar dapat tercapai dengan baik. Adapun langkah-langkah
yang ditempuh dalam melakukan pengukuran kompetensi pamong belajar yaitu :
- Tim membandingkan dengan cermat dan objektif antara kompetensi pamong belajar dengan kompetensi yang telah ditetapkan dalam Job Profile.
- Tim melakukan analisis secara bersama terhadap perbedaan antara kompetensi pamong belajar dengan kompetensi sehingga diketahui dengan jelas besar gap (kesenjangannya).
- Tim memberikan tanda (penunjuk atau lainnya) pada level kompetensi sesuai dari hasil analisis tersebut sehingga dapat terlihat jelas perbedaan kompetensi pamong belajar aktual dengan kompetensi jabatan yang seharusnya dipenuhi.
- Tim melakukan identifikasi penyebab terjadinya gap (kesenjangan) kompetensi sehingga diperoleh informasi penyebab timbulnya kesenjangan dan selanjutnya tim menyusun alternatif-alternatif meningkatkan gap kompetensi pamong belajar tersebut melalui program training, coaching, atau counseling.
- Tim meneruskan hasil pengukuran kompetensi tersebut kepada para pimpinan untuk disahkan sebagai acuan dalam penyusunan program pembinaan dan pengembangan karir pamong belajar.
Program-program
peningkatan kompetensi yang dapat direncanakan untuk meningkatkan kompetensi pamong
belajar adalah dengan menyusun
rencana progam training, coaching, dan atau counseling
sehingga melalui program-program tersebut kompetensi pamong
belajar dapat ditingkatkan
sesuai dengan optimalisasi tuntutan kompetensi jabatannya.
Jika seorang pamong belajar telah dapat memenuhi kompetensi jabatannya, maka pamong belajar tersebut memiliki kesempatan untuk dapat dimasukkan ke dalam program pengembangan karir. Namun, jika ditemukan bahwa pamong belajar tersebut belum dapat memenuhi tuntutan kompetensi jabatannya meskipun telah mengikuti program-program peningkatan kompetensi, maka dapat diambil kebijakan untuk melakukan program demosi kepada pegawai dengan tujuan untuk melatih kembali pamong belajar tersebut untuk memiliki kompetensi yang sesuai dengan jabatannya.
Jika seorang pamong belajar telah dapat memenuhi kompetensi jabatannya, maka pamong belajar tersebut memiliki kesempatan untuk dapat dimasukkan ke dalam program pengembangan karir. Namun, jika ditemukan bahwa pamong belajar tersebut belum dapat memenuhi tuntutan kompetensi jabatannya meskipun telah mengikuti program-program peningkatan kompetensi, maka dapat diambil kebijakan untuk melakukan program demosi kepada pegawai dengan tujuan untuk melatih kembali pamong belajar tersebut untuk memiliki kompetensi yang sesuai dengan jabatannya.
d.
Evaluasi
Program peningkatan kompetensi yang dilakukan
melalui tiga program, yaitu Training, Coaching, dan Counseling
yang telah dilaksanakan harus dievaluasi sesuai dengan pembagian wewenang dan
tanggung jawab yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan adanya pembagian
wewenang dan tanggung jawab tersebut, maka pamong belajar yang dalam hal ini
adalah pihak yang diukur kompetensinya dan mengikuti program peningkatan
kompetensi berbasis visi diharapkan dapat dipantau perkembangannya oleh
pimpinan langsung sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap kesinambungan
pelaksanaan program.
Oleh
karena itu, setiap pamong belajar diwajibkan untuk
membuat laporan pelaksanaan program peningkatan kompetensi yang diikutinya dan
memberikan presentasi kepada pimpinan sehingga dapat diukur indikator
keberhasilan terlaksananya program-program yang telah dirancang untuk
kesinambungan operasional instansi atau lembaga. Laporan yang dibuat dapat
berisi pengalaman pamong belajar selama menjadi peserta,
yaitu:
- Pelajaran-pelajaran apa yang telah diperoleh atau testimonial setelah mengikuti program peningkatan kompetensi berbasis visi.
- Strategi dan rencana yang akan diterapkan di tempat kerja untuk mengimplementasikan kompetensi-kompetensi baru yang diperoleh setelah mengikuti program tersebut.
- Saran-saran yang ditujukan untuk mengembangkan program peningkatan kompetensi berbasis visi sehingga program-program yang disusun di waktu yang akan datang memenuhi kebutuhan yang lebih spesifik bagi instansi atau lembaga.
Proses penyusunan laporan akhir dan presentasi
sangat dibutuhkan sehingga tujuan utama dari pengelolaan sumber daya manusia
berbasis kompetensi ini dapat tercapai, yaitu agar semua jabatan di dalam
organisasi berfungsi sebagaimana mestinya dan memberikan manfaat-manfaat yang
strategis bagi instansi atau lembaga PAUDNI.
Evaluasi terhadap
kompetensi yang telah dibangun dan dikembangkan dilakukan untuk mengetahui
sampai sejauh mana upaya pengembangan yang dilakukan telah mencapai sasaran
peta kompetensi yang disusun pada awal program. Upaya evaluasi ini juga harus
memperhatikan perkembangan situasi yang ada sehingga jika diperlukan instansi
atau lembaga dapat melakukan penyesuaian terhadap peta kompetensi maupun
pengembangan kompetensi pegawai.
e.
Implementasi
Langkah Strategis Secara Konsisten dan Sistematis
Implementasi
merupakan proses operasional untuk memanage
semua aspek selama tindakan pengembangan kompetensi dijalankan. Perlu adanya
monitoring dan review secara regular agar proses perbaikan dan pengembangan
kompetensi pamong belajar berjalan terus (continual
improvement). Tahap implementasi membutuhkan motivasi khusus dan keahlian
pimpinan serta koordinasi agar program pengembangan kompetensi berbasis visi
yang dijalankan efisien.
C.
Alat
Pengambilan Data
Pengambilan data
dalam pelaksanaan program pengembangan kompetensi berbasis visi dapat dilakukan
melalui tes, wawancara, maupun observasi. Tes yang dilakukan merupakan kegiatan
pengukuran yang dapat menganalisa gambaran struktur motif pribadi yang dimiliki
oleh setiap pamong belajar, serta analisa motivasi kerja sesuai dengan tuntutan
pekerjaan sehingga dapat dilakukan pemetaan kompetensi yang dimiliki oleh pamong
belajar serta efektivitas penggunaannya dalam perilaku kerja yang mendukung.
Tes yang dilakukan berupa tugas mandiri (inventory),
yaitu pengisian kuesioner yang memberikan gambaran atau profil yang dimiliki pamong
belajar sehubungan dengan kemampuan manajemen, pengaturan dan pengendalian
tugas serta klasifikasi potensi maupun kompetensi pamong belajar.
Selain itu dapat
dilakukan kegiatan tanya jawab (interview)
secara langsung kepada individu pamong belajar ataupun dalam kelompok serta
melakukan pengamatan terstruktur secara individual selama proses wawancara
berlangsung.
BAB
IV
KELAYAKAN STRATEGI “PETISI”
A. Data Empiris Pendukung Strategi
“Petisi”
Data
empiris yang menjadi pendukung strategi “Petisi” dalam meningkatkan kompetensi
pamong belajar dapat diuraikan sebagai berikut. Kebijakan pemerintah dalam
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 15 Tahun 2010 yang
menetapkan standar kompetensi jabatan fungsional pamong belajar. Adanya pembentukan forum pamong belajar se-Indonesia serta upaya pembinaan
dan pemberdayaan pamong belajar melalui forum IPABI (Ikatan Pamong Belajar
Indonesia).
Di samping itu pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
fungsional pamong belajar yang diadakan Dinas Pendidikan Provinsi maupun BPPNFI
serta pelaksanaan bimbingan teknis kompetensi dan profesionalitas jabatan fungsional
pamong belajar berindikasi pada kebutuhan akan peningkatan kompetensi pamong
belajar untuk meningkatkan pelayanan dalam pelaksanaan program PAUDNI yang
efektif.
B. Kendala
Adapun
tantangan yang diprediksikan tumbuh menjadi kendala dalam pelaksanaan Strategi “Petisi”
(Pengembangan Kompetensi Berbasis Visi) adalah sebagai berikut:
Implementasi
strategi akan berjalan lambat dibandingkan perencanaan strategis yang telah
disepakati. Hal ini disebabkan karena tidak efektifnya koordinasi dan lemahnya
aspek leadership maupun skill dari sumber daya manusia yang ada
di lembaga PAUDNI sehingga strategi kurang aplikatif. Pengarahan dari pimpinan
yang kurang memadai juga berimbas pada impementasi strategi yang terfokus pada
tugas dan aktivitas kunci yang tidak jelas.
Perkembangan
faktor eksternal lembaga PAUDNI yang fleksibel dan dinamis mengakibatkan lemahnya
kendali dalam aplikasi strategi. Selain itu faktor internal seperti pendidikan
dan pelatihan pamong belajar yang tidak merata dan tidak terencana dengan baik
melemahkan motivasi dalam pelaksanaan strategi. Disamping itu lemahnya
pemantauan aktivitas oleh sistem informasi yang dimiliki lembaga berakibat
terjadinya lost record atau hilangnya
data pada program pengembangan kompetensi sehingga mengurangi validitas
evaluasi dan monitoring yang dilakukan.
C. Faktor-faktor Pendukung
Strategi
“Petisi” dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan output yang berkualitas dengan dukungan dari peran pimpinan lembaga
PAUDNI yang memiliki komitmen tinggi pada implementasi strategi. Adanya
sosialisasi visi dan misi lembaga pada bawahan hingga menumbuhkan budaya dan nilai
di lingkungan kerja juga turut andil dalam pelaksanaan strategi.
Tersedianya
sarana dan prasarana kerja serta adanya pegawai yang telah mengikuti pendidikan
dan pelatihan menambah daya dukung lembaga dalam pelaksanaan implementasi
strategi.
D. Tindak Lanjut dan Rencana
Desiminasi
Tindak lanjut strategi pengembangan
kompetensi adalah memberikan pendidikan dan pelatihan yang berbasis kompetensi
untuk meningkatkan soft skill, hard
skill, social skill , maupun mental skill
pamong belajar. Untuk peningkatan kualifikasi pendidikan pamong belajar, maka
pemerintah peru segera memberikan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan jenjang
S2 dalam program studi Pendidikan Luar Sekolah.
Dalam
aspek pengembangan diri dan lembaga PAUDNI yang menaungi pamong belajar perlu disusun
program pembinaan secara kontinyu dan terstruktur terutama dalam manajemen
sumberdaya manusia serta optimalisasi peran leadership
dari pimpinan lembaga-lembaga PAUDNI.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Strategi “Petisi” merupakan akronim dari
kata Pengembangan Kompetensi Berbasis Visi. Strategi “Petisi” merupakan suatu
proses peningkatan kompetensi pamong belajar berbasis visi dengan rangkaian
tindakan seperti pelatihan, pengembangan, penilaian dan kompensasi untuk mencapai misi lembaga PAUDNI.
Sebagai kegiatan yang komprehensif dan kompleks, strategi difokuskan pada
pengembangan sumber daya manusia yang merekayasa perilaku kerja pamong belajar
sehingga dapat menunjukkan kinerja yang optimal.
2.
Pelaksanakan strategi “Petisi” dalam
program pengembangan kompetensi pamong belajar, diawali dengan kegiatan
perencanaan kompetensi dengan penyusunan peta kompetensi dilanjutkan dengan
pengorganisasian kompetensi melalui tindakan klasifikasi kompetensi. Langkah
selanjutnya adalah menentukan metode pengembangan kompetensi melalui kegiatan training, coaching maupun counseling.
Langkah terakhir adalah melaksanakan evaluasi serta implementasi kelima langkah
strategis sebelumnya secara konsisten dan sistematis.
3.
Kendala yang muncul dalam implementasi
strategi “Petisi” antara lain: 1) implementasi berjalan lebih lambat
dibandingkan perencanaan awal , 2) koordinasi dalam implementasi strategi tidak
efektif, 3) kemampuan SDM yang terlibat dalam implementasi strategi kurang, 4)
pendidikan dan pelatihan SDM pada bottom
level kurang memadai, 5) tidak terkendalinya faktor-faktor eksternal, 6)
kualitas leadership dan pengarahan
dari pimpinan minim, 7) implementasi strategi pada tugas dan aktivitas kunci
yang tidak jelas, 8) serta pemantauan aktivitas oleh sistem informasi yang
kurang memadai.
4.
Faktor-faktor pendukung keberhasilan
dalam penerapan strategi “Petisi” adalah: 1) adanya komitmen dari pimpinan, 2)
lembaga telah menerapkan standar kualitas, 3) sarana dan prasarana kerja yang
cukup baik, 4) adanya sosialisasi visi dan misi lembaga pada pamong belajar.
B. Rekomendasi
Berkenaan dengan kajian karya tulis ini, maka dapat
direkomendasikan ha-hal sebagai berikut:
1.
Strategi “Petisi” dapat digunakan oleh
instansi maupun lembaga PAUDNI dalam mengembangkan kompetensi pamong belajar
maupun pegawai secara keseluruhan.
2.
Bagi pimpinan lembaga PAUDNI strategi
ini dapat digunakan sebagai alternatif strategi dalam mengembangkan kompetensi
pamong belajar.
3.
Bagi pengambil kebijakan di tingkat
pusat maupun daerah dapat digunakan sebagai wacana dalam merumuskan kebijakan
dalam penyelenggaraan program PAUDNI. Sehingga diperlukan uji coba implementasi
strategi agar diperoleh evaluasi kualitatif dan didapat gambaran tentang
pelaksanaan strategi di lapangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar