Alat Peraga Edukatif

ALAT PERAGA EDUKATIF: Adalah istilah populer di dunia Pendidikan umumnya, dan khususnya Pendidikan Anak Usia Dini. Sebagai salah satu jenis permainan yg tidak saja mengedepankan sisi edukatif (proses pembelajaran) tetapi juga unsur hiburan bagi anak-anak yg memainkannya. APE juga bermanfaat untuk berbagai macam jenis therapy bagi banyak kalangan, mulai dari anak-anak usia balita, remaja, dewasa, hingga lansia, seperti okupasi therapy, brain gyms, dll. Sayangnya, istilah APE saat ini dipahami hanya sebatas APE u/PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Sehingga eksistensi APE bagi siswa SD, SLTP, SMU, Mahasiswa, dst. seolah-olah dinafikan sama sekali keberadaannya. Selain itu, APE seringkali digambarkan sebatas permainan berupa puzzle atau mainan bongkar pasang saja. Sehingga APE lain seperti tower hanoi, balok bangun, globe, rangka/anatomi tubuh manusia, origami, lego, dll. seolah-olah identik dengan puzzle. Benarkah demikian? Mari kita cermati bersama keberadaan APE di tengah-tengah sistem pendidikan yang ada di negeri ini.

Kamis, 09 Desember 2010

success story PKH Asesoris Perca Batik 2011



BAB I
PENDAHULUAN

       A.   LATAR BELAKANG
Pengangguran dan kemiskinan hingga saat ini masih merupakan masalah besar bangsa Indonesia yang belum dapat terpecahkan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, penduduk yang berdomisili di Kota Salatiga adalah 167.033 jiwa. Dari jumlah tersebut 9316 KK merupakan penduduk miskin dan 4513 jiwa diantaranya termasuk pengangguran tetap. Sedangkan jumlah kebutuhan tenaga kerja dari dunia usaha per tahun adalah 12.360 jiwa.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran. Faktor yang paling dominan adalah tidak seimbangnya antara supply and demand, dimana jumlah pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lowongan yang tersedia atau kualifikasi yang diinginkan oleh dunia usaha tidak dapat dipenuhi oleh sumberdaya manusia yang ada. Faktor lainnya adalah masih belum dimanfaatkannya peluang usaha yang bersumber dari potensi kearifan lokal masyarakat.
            Pendidikan non formal memiliki peranan yang besar dalam menanggulangi masalah pengangguran melalui program kursus maupun pelatihan yang berjenjang dan terstruktur dengan mempersiapkan sumberdaya manusia  yang kompeten agar mampu bersaing dalam pasar kerja global berdasarkan prinsip otonomi daerah yang memperhatikan keberagaman kebutuhan atau potensi daerah dan warga belajar. Pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi warga belajar dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Salah satu bentuk pendidikan non formal adalah pendidikan kecakapan hidup, yaitu kursus dan pelatihan berbasis pendidikan kecakapan hidup yang diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan, untuk memberikan kesempatan belajar kepada masyarakat yang berminat mengikuti kursus dan pelatihan dalam bidang keterampilan yang digali dari kearifan lokal masyarakat, sehingga mereka dapat menumbuhkembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap mental profesional, serta kemampuan mengelola diri dan lingkungannya untuk dijadikan bekal dalam bekerja atau berwirausaha.
            Keterampilan yang diselenggarakan dalam program pendidikan kecakapan hidup adalah bidang keterampilan produksi atau jasa yang inovatif dan kreatif sehingga memiliki nilai tambah (value added) untuk dijadikan bidang usaha yang menjanjikan (prospektif) atau memberi keunggulan kompetitif dalam bekerja bagi lulusan program.
            Salah satu instansi penyelenggara pendidikan non formal yaitu Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yang dimiliki dan dikelola oleh dinas pendidikan di level kabupaten/kota. Sebagai sanggar atau pusat kegiatan belajar SKB melayani berbagai kegiatan dan program pendidikan nonformal, termasuk didalamnya adalah program pendidikan kecakapan hidup.
            Berdasarkan rencana kerja tahun anggaran 2011 SKB Kota Salatiga mengadakan program pendidikan kecakapan hidup bidang konveksi “Asesoris Perca Batik Indonesia” dengan sumber dana Block Grant dari Direktorat Kursus dan Pelatihan. Beberapa alasan untuk mengusulkan jenis ketrampilan tersebut antara lain banyaknya bidang industri / usaha yang bergerak di bidang konveksi maupun garment di Kota Salatiga yang menghasilkan banyak limbah kain perca sehingga biaya bahan baku lebih murah. Adanya nilai tambah dari bahan baku yang murah sehingga meningkatkan harga jual. Aplikasi produk yang masih bisa berkembang dengan beragam model dan corak yang menuntut kreativitas warga belajar untuk pengembangan desain dan inovasi. Pangsa pasar yang masih luas karena produk tahan lama dan up to date. Adanya jaringan pemasaran yang solid dan wilayah pemasaran yang lebih luas dengan strategi marketing yang lebih maju.
            Pendekatan yang digunakan dalam penjaringan warga belajar melalui system “human approach” yaitu sistem pendekatan kemanusiaan dengan memberikan pengertian dan memotivasi warga belajar akan arti pentingnya belajar untuk menambah ilmu dan wawasan demi kelangsungan hidup mereka. Serta perubahan mindset (pola pikir) warga belajar yang hanya menilai hasil, karena selesai mengikuti program ada pembagian dana yang hanya digunakan untuk konsumsi bukan sebagai dana stimulan untuk produksi yang berkelanjutan, menjadi pola pikir proses melalui Achievement Training Motivation yang dilaksanakan oleh instruktur kewirausahaan.     

      B.   RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan paparan latar belakang, maka permasalahan dalam karya ilmiah ini dikonstruksikan sebagai berikut:
1.    Bagaimana penyelenggaraan program Pendidikan Kecakapan Hidup  Bidang Konveksi “Asesoris Perca Batik Indonesia” di Sanggar Kegatan Belajar Kota Salatiga 
2.    Bagaimana kisah sukses keberhasilan program Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi “Asesoris Perca Batik Indonesia” di Sanggar Kegatan Belajar Kota Salatiga

       C.   TUJUAN
Berdasarkan substansi permasalahan di atas, maka tujuan dari penyusunan karya ilmiah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.    Mendeskripsikan penyelenggaraan program Pendidikan Kecakapan Hidup  Bidang Konveksi “Asesoris Perca Batik Indonesia” di Sanggar Kegatan Belajar Kota Salatiga 
2.    Mendeskripsikan kisah sukses keberhasilan program Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi “Asesoris Perca Batik Indonesia” di Sanggar Kegatan Belajar Kota Salatiga

 BAB II
LANDASAN TEORI
 A.   Konsep Dasar Pendidikan Kecakapan Hidup
Brolin (l989) mendefinisikan kecakapan hidup sebagai kontinum pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan oleh seseorang untuk berfungsi secara independen dalam kehidupan. Pendapat lain mengatakan bahwa kecakapan hidup adalah kecakapan sehari-hari yang diperlukan oleh seseorang agar sukses dalam menjalankan kehidupan (http://www.lifeskills-stl.org/page2.html). Malik Fajar (2002) mendefinisikan kecakapan hidup sebagai kecakapan untuk bekerja selain kecakapan untuk berorientasi ke jalur akademik. Sementara itu Tim Broad-Based Education (2002) menafsirkan kecakapan hidup sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
Meskipun terdapat perbedaan dalam pengertian kecakapan hidup, namun memiliki esensi yang sama bahwa kecakapan hidup adalah kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Oleh karena itu, pendidikan kecakapan hidup adalah, pendidikan yang memberi bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta didik tentang nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjalankan kehidupannya, yaitu dapat menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya. Dengan definisi tersebut, maka pendidikan kecakapan hidup harus merefleksikan nilai-nilai kehidupan nyata sehari-hari, baik yang bersifat preservative maupun progresif. Pendidikan perlu diupayakan relevansinya dengan nilai-nilai kehidupan nyata sehari-hari. Dengan cara ini, pendidikan akan lebih realistis, lebih kontekstual. Tidak akan mencabut peserta didik dari akarnya, sehingga pendidikan akan lebih bermakna bagi peserta didik dan akan tumbuh subur.
Seseorang dikatakan memiliki kecakapan hidup apabila yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Kehidupan yang dimaksud meliputi kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, kehidupan tetangga, kehidupan perusahaan, kehidupan masyarakat, kehidupan bangsa, dan kehidupan-kehidupan lainnya. Ciri kehidupan adalah perubahan dan perubahan selalu menuntut kecakapan-kecakapan untuk menghadapinya. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika Pendidikan Luar Sekolah mengajarkan kecakapan hidup.
Salah satu unsur dalam Pendidikan Non Formal (PNF) adalah Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill), dimana inti dari Pendidikan Life Skill ini adalah pembelajaran pada peserta didik dengan mengutamakan aspek ketrampilan yang dapat dipakai sebagai penunjang dan pegangan hidup bagi mereka. Artinya ada relevansi pendidikan dengan kehidupan nyata yang nantinya akan dijalani oleh peserta didik. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) merupakan salah satu institusi dari Pendidikan Non Formal yang memiliki peran penting dan strategis sekali dalam upayanya memberdayakan masyarakat marjinal khususnya di bidang pendidikan yaitu melalui program – program pendidikan Life Skill seperti pertukangan kayu, otomotif, menjahit, bordir, sablon, elektro, komputer dan lain – lain. Sehingga tidak salah bila problem kemiskinan dan kebodohan yang dihadapi masyarakat marjinal dapat dicarikan solusinya melalui program - program PNF yang ada dalam institusi Sanggar Kegiatan Belajar (SKB).
Salah satu kontribusi terbesar terserapnya peserta didik pada Program Kecakapan Hidup (Life Skill) adalah masyarakat marjinal yang berada pada desa tertinggal akibat aspek Sumber Daya Alam (SDA) yang tidak mendukung kehidupan mereka. Dari data yang ada, bahwa jumlah masyarakat miskin tahun 2004 sebanyak 36,1 juta dan tahun 2005 meningkat menjadi 54 juta, dimana sekitar 15,4 juta penduduk miskin tersebut mendapatkan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang merupakan alokasi dana APBN dari kompensasi kenaikan BBM.
Kondisi menjadi semakin rumit ketika terjadi krisis ekonomi yang kedua pada tahun 2007, yang menyebabkan kondisi sosial ekonomi masyarakat semakin terpuruk, yaitu banyaknya industri keuangan (bank, asuransi, lembaga kredit, dan lain lain) yang gulung tikar sehingga terjadi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) secara masal.
Masyarakat miskin desa ditambah dengan masyarakat miskin kota akibat PHK inilah yang memiliki kontribusi terbesar pada jumlah angka pengangguran terbuka di Indonesia yaitu tahun 2003 sebanyak 9,5 juta, tahun 2004 sebanyak 10,8 juta dan tahun 2005 sebanyak 11,27 juta serta jumlah penduduk setengah pengangguran sebanyak 30,1 juta. Mereka semua adalah penduduk usia produktif yang mengalami penurunan daya beli serta ketidakmampuan menyekolahkan anak mereka, artinya banyak diantara anak – anak mereka yang mengalami putus sekolah atau drop out.
Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa rata – rata lama pendidikan penduduk usia 15 tahun hanya 7, 1% dibawah pendidikan dasar 9 tahun. Artinya penduduk dengan usia sampai 15 tahun yang dapat mengenyam pendidikan hanya 7, 1%. Di lain pihak dapat dilihat pada data angka partisipasi sekolah, yaitu untuk penduduk usia 7-12 tahun (SD) 96%, usia 13-15 tahun (SMP) 81% dan usia 16-18 tahun (SMA) 50, 97%. Hal ini menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah menunjukkan tren yang semakin menurun, yaitu semakin tinggi jenjang suatu sekolah maka kemampuan masyarakat untuk menyekolahkan anak – anak mereka semakin menurun.
Keberadaaan masyarakat marjinal dengan kondisi sosial, ekonomi, dan pendidikan seperti diatas akan berdampak pada menurunnya kemampuan mereka untuk menyekolahkan anak - anaknya, sehingga program pemerintah dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa mengalami stagnansi. Artinya pemberdayaan masyarakat marjinal akan semakin sulit teratasi tanpa adanya peningkatan taraf hidup (pendapatan) masyarakat. Hal ini sesuai dengan fakta di beberapa negara maju, bahwa pendapatan masyarakat yang tinggi akan berbading lurus (berpengaruh) dengan peningkatan kualitas SDM. Sehingga akar permasalahan masyarakat marjinal adalah tidak adanya pendapatan atau penghasilan yang memadai di kalangan mereka akibat terputusnya akses ekonomi.
Dalam konteks masyarakat marjinal ini maka pengertian – pengertian diatas merupakan konsep pemikiran yang perlu disosialisaikan pada masyarakat marjinal untuk memotivasi diri mereka dengan cara memberi bekal dasar dan latihan ketrampilan yang disesuaikan dengan nilai -- nilai kebutuhan hidup sehari – hari agar tidak selamanya mengalami keterpurukan dalam kehidupannya. Sehingga wajar apabila solusi PNF melalui pendidikan kecakapan hidup ini terus dikumandangkan pada mereka agar tertarik untuk mengikutinya baik di institusi pemerintah seperti SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) ataupun di lembaga – lembaga non profit seperti PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) maupun LSM yang menyelenggarakan pendidikan Life Skill bagi masyarakat kurang mampu.
Tim Broad-Based Education Depdiknas (2002) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah :
1.    Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan  untuk memecahkan problema yang dihadapi.
2.    Memberikan kesempatan pada sekolah (Formal / Non Formal) untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas.
3.    Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lingkungan sekolah (Formal/Non Formal) dengan mendaur ulang limbah alam yang ada untuk dimanfaatkan sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah.
Berdasarkan Petunjuk Teknis Program Bantuan Dan Dana Sosial Pendidikan Kecakapan Hidup Tahun 2010, Pendidikan Kecakapan Hidup bertujuan untuk:
1.    Mengembangkan produk-produk hasil dari kearifan lokal masyarakat melalui kursus dan pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan non formal
2.    Memberikan pendidikan kecakapan hidup kepada peserta didik agar:
a.    Memiliki keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk bekerja atau berwirausaha.
b.    Memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi dalam bekerja atau membangun usaha mandiri.
c.    Mampu menghasilkan karya-karya kreatif yang memiliki keunggulan sehingga mampu bersaing di pasar regional, nasional, dan internasional.
d.    Memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan sepanjang hayat dalam rangka mewujudkan keadilan pendidikan di setiap lapisan masyarakat.
Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan utama pendidikan kecakapan hidup adalah menyiapkan peserta didik agar yang bersangkutan mampu, sanggup dan terampil menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya di masa datang. Esensi dari pendidikan kecakapan hidup adalah untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan nilai – nilai kehidupan nyata, baik secara representatif maupun progresif.
Adanya pendidikan kecakapan hidup (Life Skill) bagi masyarakat marjinal ini akan memberikan manfaat yang nyata baik secara pribadi peserta didik maupun terhadap masyarakat lainnya yaitu :
1.    Bagi peserta didik, akan dapat meningkatkan kualitas berfikir, kualitas kalbu, dan kualitas fisik. Peningkatan kualitas tersebut pada gilirannya akan dapat meningkatkan pilihan – pilihan dalam kehidupan individu, misalnya karir, penghasilan, pengaruh, prestise, kesehatan jasmani dan rohani, peluang pengembangan diri, kemampuan kompetitif dan kesejahteraan pribadi.
2.    Bagi masyarakat, dapat meningkatkan kehidupan yang maju dan madani dengan indikator – indikator sebagai berikut : peningkatan kesejahteraan sosial, pengurangan prilaku destruktif sehingga dapat mereduksi masalah – masalah sosial dan tumbuhnya harmonisasi dalam masyarakat dengan memadukan nilai – nilai religi, solidaritas, ekonomi, kuasa dan seni (cita rasa).

B.   Implementasi Program Pendidikan Kecakapan Hidup
              Keberadaan masyarakat marjinal di sekitar kita merupakan fenomena yang wajar dan harus diterima sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana upaya kita sebagai anggota keluarga besar bangsa Indonesia ini untuk turut serta mencari solusi dalam rangka memberdayakan mereka agar tidak mengalami keterpurukan yang berkelanjutan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memberdayakan mereka adalah dengan peningkatan kualitas hidup melalui jalur pendidikan non formal yaitu dengan mengikutsertakan mereka ke dalam program pendidikan kecakapan hidup (Life Skill) di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). Mengingat hal tersebut, SKB Salatiga selaku Unit Pelaksana Teknis Daerah Kota Salatiga yang menangani pendidikan nonformal memandang perlu untuk mengadakan kegiatan yang diperuntukkan bagi para ibu dan remaja putri dengan  maksud untuk membentuk kelompok usaha yang diharapkan dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan yang nantinya dapat menjadi alternatif  bagi peningkatan taraf hidupnya.
Kelompok usaha yang akan dibina oleh SKB Salatiga bagi ibu rumah tangga dan remaja putri didasarkan akan potensi yang dimiliki Kota Salatiga. Indonesia terkenal berbagai macam jenis batik di mana setiap kota mempunyai ciri khas tersendiri. Sehingga tidak mengherankan kalau  masyarakat Indonesia terutama wilayah kota Salatiga dan sekitarnya membuat usaha konveksi untuk beberapa jenis pakaian.  Dari usaha konveksi ini didapatkan limbah konveksi berupa kain perca.  Kain perca inilah yang kemudian akan diusahakan oleh SKB Salatiga sebagai sarana untuk dijadikan bahan dalam pembuatan sarung bantal dan guling kursi pemanfaatan limbah konveksi.
           Tidak banyak yang perduli akan kehadiran kain perca batik ini.  Kain Perca batik identik dengan sesuatu yang kurang bermanfaat. Namun dengan memadukan, dan merajut  potongan-potongan kain perca dapat menghasilkan karya jahit indah. Potongan kain perca yang tadinya tidak berharga, diubah menjadi barang yang berfungsi bahkan dipasarkan ke pasar lokal maupun pasar internasional. 
             Berdasarkan Program Kerja Tahunan UPTD SKB Salatiga tahun anggaran 2010, Pendidikan Kecakapan Hidup mengambil tema tentang pemanfaatan limbah konveksi yang sering dijumpai di Kota Salatiga. Hal ini disesuaikan dengan arah kebijakan pengembangan pendidikan dari P2PNFI yang condong pada Suistanable Development, yaitu pengembangan berkelanjutan dengan prinsip reuse, reduce dan recycle. Bahan baku berupa liimbah konveksi yang murah dan mudah diperoleh di Salatiga dapat menekan biaya produksi sehingga warga belajar tetap dapat berkreasi dan berproduksi dengan modal semnim mungkin. Pemberian nilai tambah (value added) dengan keanekaragaman model dan variasi produk dengan banyaknya tingkat aplikasi menjadikan produk yang dihasilkan warga belajar memiliki harga jual yang tinggi.
Dengan keberagaman jenis hasil ketrampilan yang mampu diupayakan dari ketrampilan perca ini, diharapkan menjadi rangkaian kegiatan yang dapat memfasilitasi terwujudnya kelompok usaha mandiri produktif yang berkualitas.  Yaitu ibu rumahtangga dan remaja putri yang memiliki kemampuan (capability) dan kualitas hidup bagi dirinya, keluarga dan masyarakat.  Hal ini dapat dilihat dari berbagai indikator, misalnya adanya perubahan sikap yang lebih positif dan maju, meningkatnya kemampuan kecakapan hidup (life skills), serta hasil karya baik berupa barang atau jasa untuk keperluan diri dan masyarakatnya.
 Tingginya tingkat penawaran hasil produksi dan jangkauan pangsa pasar yang luas mendukung produksi yang berkelanjutan sehingga dapat dijadikan alternatif pendapatan bagi warga belajar. Jaringan distribusi yang luas dengan dukungan mitra kerja yang solid menunjang kontinuitas produksi barang. Keikutsertaan produk dalam setiap even pameran kerajinan maupun handycraft tingkat nasional dan internasional di berbagai daerah melalui jaringan komunitas pengrajin handycraft Jogjakarta turut mengenalkan brand product berlabel produksi warga belajar SKB Salatiga. Sehingga secara tidak langsung turut mensosialisasikan program dan layanan pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh Sanggar Kegiatan Belajar. Manfaat lain yang diperoleh saat bergabung dengan suatu komunitas handycraft adalah kemudahan informasi tentang tren produk yang sedang diminati masyarakat, jadwal pameran lokal untuk memperkenalkan produk dan berhadapan dengan buyer yang bisa member masukan tentang hasil produksi, konsinyasi produk pada jaringan minimarket, supermarket maupun pasar kerajinan yang mendukung distribusi barang.

 BAB III
METODOLOGI

      A.   JENIS
               Karya ilmiah ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Maman (2002; 3) penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi. Metode kualitatif ini memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta dapat diterapkan pada berbagai masalah (Husein Umar, 1999:81). Sedangkan karya ilmiah ini lebih difokuskan pada studi kasus yang merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu obyek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh. Menurut Vredenbregt (1987: 38) Studi kasus ialah suatu pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, di mana tujuannya adalah untuk memperkembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai obyek yang bersangkutan yang berarti bahwa studi kasus harus disifatkan sebagai penelitian yang eksploratif dan deskriptif.
       B.   SUBJEK
Warga belajar peserta Program Pendidikan Kecakapan Hidup Tahun 2010 di UPTD Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga yang berjumlah 20 orang. Sasaran peserta didik adalah warga masyarakat yang membutuhkan ketrampilan untuk bekerja, khususnya mereka yang tidak mampu, tidak sekolah, menganggur, namun termasuk dalam golongan usia produktif.
      C.   LOKASI / WAKTU
            Pelaksanaan penelitian dilakukan di Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga yang berlokasi di Jl. Veteran No. 45 Tingkir Salatiga. Instansi pemerintahan tersebut merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis Daerah yang bergerak di bidang pendidikan nonformal. Penelitian dilaksanakan pada program Pendidikan Kecakapan Hidup dengan sumber dana Block Grant Tahun 2011 bidang konveksi yaitu Asesoris Perca Batik Indonesia. Waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian adalah enam bulan yang meliputi proses identifikasi, proses assessment warga belajar, pendampingan kelompok belajar usaha, pendirian pra koperasi, pelaksanaan penelitian hingga laporan akhir penelitian. 
D.   JENIS DAN SUMBER DATA
Dalam penelitian ini jenis dan sumber data yang digunakan adalah:
1.    Data Primer merupakan data yang didapat dari sumber informan pertama yaitu individu atau perseorangan seperti hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Ini diperoleh melalui wawancara dengan warga belajar yang mengikuti program Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi Asesoris Perca Batik Indonesia yang dianggap tahu mengenai masalah dalam penelitian. Data primer ini berupa antara lain:
-    catatan hasil wawancara
-    hasil observasi ke lapangan secara langsung dalam bentuk catatan tentang situasi dan kejadian
-     data-data mengenai informan
2.    Data Sekunder merupakan data primer yang sudah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram. Data ini digunakan untuk mendukung infomasi primer yang diperoleh baik dari dokumen, maupun dari observasi langsung ke lapangan (Umar, 1999:99-100). Data sekunder tersebut antara lain berupa:
-    Surat Keputusan tentang Struktur Organisasi Kerja Dinas
-    Struktur Panitia Pelaksana Program Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi Asesoris Perca Batik Indonesia Tahun 2010.
-    Data-data warga belajar peserta program Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi Asesoris Perca Batik Indonesia Tahun 2010.
Secara keseluruhan, data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi:
1.    Visi, misi dan tujuan UPTD Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga.
2.    Struktur organisasi kerja di UPTD Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga, meliputi struktur organisasi, unit kerja, bidang dan kelompok-kelompok kerja yang ada.
3.    Iklim kerja di UPTD Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga.
  1. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data pengamatan (observasi) dan wawancara mendalam atau in-depth interviews (Chaedar, 2002: 154-156). Kedua metode/teknik tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1.    Pengamatan/Observasi yang dimaksud adalah pengamatan yang sistematis tentang kejadian dan tingkah laku dalam setting sosial yang dipilih untuk diteliti.
2.    Wawancara mendalam (in-depth interviews).
Wawancara mendalam adalah teknik pengumpulan data yang didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu tujuan tertentu. Wawancara dilakukan untuk mendapat berbagai informasi menyangkut masalah yang diajukan dalam penelitian. Wawancara dilakukan kepada responden yang dianggap menguasai masalah penelitian.
 E.   Informan
Dalam penelitian ini, ada beberapa pertimbangan untuk menentukan informan sebagai sumber informasi. Dalam menentukan informan pertimbangannya adalah:
    1. Keakuratan dan validitas informasi yang diperoleh. Berdasarkan hal ini maka jumlah informan sangat tergantung pada hasil yang dikehendaki. Bila mereka yang menjadi informan adalah orang-orang yang benar-benar menguasai masalah yang diteliti, maka informasi tersebut dijadikan bahan analisis.
    2. Jumlah informan sangat bergantung pada pencapaian tujuan penelitian, artinya bila masalah-masalah dalam penelitian yang diajukan sudah terjawab dari 5 informan, maka jumlah tersebut adalah jumlah yang tepat.
    3. Peneliti diberi kewenangan dalam menentukan siapa saja yang menjadi informan, tidak terpengaruh jabatan seseorang. Bisa saja peneliti membuang informan yang dianggap tidak layak.
Seluruh pegawai UPTD Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga yang berjumlah 24 orang  Dari jumlah itu, diambil 5 (lima) orang sebagai informan, karena dianggap menguasai permasalahan yang sedang diteliti. Informasi dari 5 informan tersebut danggap sudah dapat menjawab segala hal yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian. Selanjutnya pengumpulan informasi dilakukan dengan intensif sehingga mendapatkan informasi yang valid. Kelima orang tersebut merupakan orang-orang yang sangat memahami dalam bagiannya masing-masing karena terlibat langsung selaku panitia pelaksana Program Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi Asesoris Perca Batik Indonesia Tahun 2010. Mereka adalah sebagai berikut:
No
Jabatan
Nama
1
Penanggung Jawab
Drs. O. Bambang Suwartono
2
Ketua Panitia
Riyanik, S. Pd.
3
Bendahara
Dwi Purwani Ekaswati
4
Sekretaris
Alfi Rokhana M., SP., M. Pd.
5
Anggota
Alfi Sa’dhiyah, S.Pd.

Tabel 1. Informan Penelitian
 G.   Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Untuk menganalisis penelitian ini, maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: (Miles dan Huberman, 1992: 18)
1.    Pengumpulan informasi, melalui wawancara, kuisioner maupun observasi langsung.
2.    Reduksi. Langkah ini adalah untuk memilih informasi mana yang sesuai dan tidak sesuai dengan masalah penelitian.
3.    Penyajian. Setelah informasi dipilih maka disajikan bisa dalam bentuk tabel, ataupun uraian penjelasan.
4.    Tahap akhir, adalah menarik kesimpulan. (Miles dan Huberman, 1992: 18) Kuisioner yang diajukan kepada informan semata-mata sebagai bahan kajian yang mendasar untuk membuat kesimpulan. Bagaimanapun pendapat banyak orang merupakan hal penting meskipun tidak dijamin validitasnya. Semakin banyak informasi, maka diharapkan akan menghasilkan data yang sudah tersaring dengan ketat dan lebih akurat.

 BAB IV
HASIL PENELITIAN

A.   Analisa Peluang Usaha
Program Pendidikan Kecakapan Hidup diselenggarakan dengan menggunakan strategi 4 in 1, yaitu: 1) Analisis peluang kerja atau usaha, 2) pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, 3) penilaian hasil belajar atau uji kompetensi, dan 4) penempatan kerja atau pengembangan usaha mandiri. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2010 diketahui bahwa Kota Salatiga memiliki 20 pabrik industri yang bergerak di bidang konveksi serta 10 usaha kegiatan mikro yang berproduksi di bidang garment. Dengan demikian akan dengan mudah dijumpai limbah kain perca sebagai hasil reduksi pengolahan produk pabrik maupun usaha mikro dan menengah. Trend batik yang terus mencuat sejak digaungkan lewat pencanangan Hari Batik Nasional, kewajiban memakai batik bagi Pegawai Negeri Sipil serta kampanye cinta batik mendongkrak pangsa pasar pengguna batik di Indonesia.
Pemilihan topik produksi asesoris perca batik berdasarkan pada peningkatan permintaan masyarakat terhadap produk batik dan aplikasinya sehingga membuka peluang usaha untuk pengembangan usaha mandiri bidang produksi asesoris perca batik. Ketersediaan bahan baku yang melimpah dan relatif murah dapat menekan biaya produksi sehingga meningkatkan marjin keuntungan dari penjualan produk. Pemberian nilai tambah dari bahan baku kain perca yang tidak terpakai dengan prinsip reduced, reused dan recycle sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menambah nilai jual produk asesoris yang dihasilkan oleh warga belajar.
B.   Kursus dan Pelatihan Kerja
Setelah menentukan bidang ketrampilan yang akan diajarkan pada Program Pendidikan Kecakapan Hidup, langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kursus dan pelatihan kerja. Dalam program aksi ini terdapat tiga tahapan yaitu : tahap identifikasi, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi.
Tahapan identifikasi meliputi tiga hal, yaitu identifikasi tujuan, identifikasi sasaran serta identifikasi sumber daya. Identifikasi tujuan digunakan untuk menentukan tujuan pembelajaran pada Program Pendidikan Kecakapan Hidup agar terarah dalam proses pembelajarannya.
Mengacu pada Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Program dan Dana Bantuan Sosial Pendidikan Kecakapan Hidup (2011) disebutkan beberapa tujuan yang hendak dicapai, yaitu  
1.    Mengembangkan produk-produk hasil dari kearifan lokal masyarakat melalui kursus dan pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan non formal.
2.    Memberikan pendidikan kecakapan hidup kepada peserta didik agar:
a.    Memiliki keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk bekerja atau berwirausaha.
b.    Memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi dalam bekerja atau membangun usaha mandiri.
c.    Mampu menghasilkan karya-karya kreatif yang memiliki keunggulan sehingga mampu bersaing di pasar regional, nasional, dan internasional.
d.    Memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan sepanjang hayat dalam rangka mewujudkan keadilan pendidikan di setiap lapisan masyarakat.
Identifikasi sasaran bertujuan untuk menentukan dan memetakan peserta didik program pendidikan kecakapan hidup tahun 2010. Tahapan identifikasi ini meliputi pendataan identitas diri calon warga belajar yaitu nama, usia jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan, latar belakang pendidikan dan ketrampilan yang telah dimiliki. Setelah itu diadakan proses seleksi dengan wawancara secara personal untuk mengetahui motivasi calon warga belajar mengikuti program. Kriteria peserta didik calon Program PKH  yang layak diusulkan untuk memperoleh dana bantuan sosial adalah:
a.    Penduduk usia produktif (prioritas usia 18 – 45 tahun)
b.    Menganggur
c.    Berasal dari keluarga tidak mampu
d.    Tidak sedang mengikuti pendidikan formal
e.    Mempunyai kemampuan membaca, menulis, dan berhitung
f.     Prioritas berdomisili tidak jauh dari SKB Kota Salatiga
g.    Sanggup mengikuti proses pembelajaran sampai dengan selesai, yang dibuktikan dengan surat pernyataan
Proses seleksi pada 8 November 2010 berhasil menyaring 20 orang warga belajar yang bermotivasi tinggi dan berkemauan untuk menambah wawasan dan ketrampilan dalam produksi asesoris perca batik. Mereka berasal dari enam desa di Salatiga, yaitu : Kecandran, Ngentak, Candi, Argomulyo, Dukuh serta Turusan sehingga dimungkinkan untuk pembentukan Kelompok Belajar Usaha (KBU) yang menjadi embrio pembentukan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang dikelola langsung oleh masyarakat dibawah pembinaan Sanggar Kegiatan Belajar sehingga meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan.
Adapun identifikasi sumberdaya meliputi sumber daya manusia dan sumber daya alam. Sumber daya manusia mencakup instruktur, ketrampilan dasar yang dimiliki warga belajar, serta struktur manajemen program. Pendidik atau instruktur yang akan mengajarkan materi dalam program PKH harus memenuhi persyaratan berikut:
a.    Minimal berpendidikan SLTA
b.    Memiliki sertifikat sebagai pendidik dan/atau penguji;
c.    Memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya;
d.    Mampu mengembangkan komunikasi efektif;
e.    Mampu merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran;
f.     Mampu mengevaluasi hasil belajar;
g.    Mampu memotivasi belajar.
Narasumber teknis adalah akademisi, pakar, praktisi, pengrajin, pengusaha, atau tokoh bidang wirausaha. Narasumber teknis terdiri atas nasumber teknis bidang keterampilan/jasa dan bidang kewirausahaan, dengan kriteria:
a.    Pendidikan minimal SLTA
b.    Mampu melatih jenis keterampilan/jasa tertentu sesuai program yang dikembangkan
c.       Mampu menanamkan jiwa kewirausahaan
Rekruitmen instruktur dan nara sumber teknis dilaksanakan pada 2 November 2010 dalam bidang produksi dan kewirausahaan. Tutor produksi berasal dari praktisi kewirausahaan yang telah memiliki usaha di bidang produksi home décor yang telah memiliki jaringan pemasaran luas di bawah binaan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Tutor produksi juga melakukan assesment dan pengawasan quality control dari hasil produksi warga belajar sehingga produk yang dihasilkan dapat diterima oleh konsumen akhir. Tutor kewirausahaan adalah salah seorang pamong belajar Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga yang telah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Kewirausahaan tingkat nasional untuk materi motivasi jiwa kewirausahaan dan bekerjasama dengan mitra kerja bidang pemasaran untuk materi strategi marketing. Program Pendidikan Kecakapan Hidup dilaksanakan oleh 4 orang pengelola program yang terdiri dari 1 orang tenaga Tata Usaha yang menjabat sebagai bendahara dan 3 orang pamong belajar dengan jabatan Ketua, Sekretaris dan Anggota.
Sumber daya alam meliputi ketersediaan alat dan bahan di lingkungan belajar. Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga seringkali mengadakan kursus maupun pelatihan di bidang konveksi sehingga memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, antara lain :
1.    1 buah ruang belajar teori dalam kondisi memadai
2.    1 buah ruang belajar praktek kondisi baik
3.    9 buah mesin jahit biasa, kondisi baik
4.    2 buah mesin jahit zigzag, kondisi baik
5.    1 buah mesin obras, kondisi baik
6.    1 buah meja potong dalam keadaan baik
7.    1 buah setrika dalam kondisi baik.
Tahap pelaksanaan program Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi “Asesoris Perca Batik Indonesia” dilaksanakan mulai 1 September 2010 sampai dengan 15 Desember 2010. Diadakan dua kali pertemuan tiap minggu dengan kesepakatan waktu antara pengelola dan warga belajar. Hasil kesepakatan pertemuan diadakan tiap hari Senin dan Jumat dengan porsi tatap muka antara instruktur dan warga belajar selama 4 jam pelajaran dengan asumsi tiap jam pelajaran adalah 60 menit.
Strategi pembelajaran program Pendidikan Kecakapan Hidup “Asesoris Perca Batik Indonesia” dilakukan sebagai berikut:
a. Metode
Pembelajaran meliputi teori dan praktik. Metode pembelajaran yang digunakan dapat berupa ceramah, diskusi, dan tanya jawab. Pembelajaran praktek adalah belajar praktek produksi “home décor”, asesoris perca berupa tas jinjing, tas laptop dan “folding bag” di Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga. Perbandingan persentase pembelajaran praktik dengan teori adalah 70 : 30.
b.    Proses Pembelajaran
Dalam prakteknya teori dilaksanakan secara bersamaan dengan praktek karena semua warga belajar sudah memiliki kemampuan menjahit tingkat dasar. Sehingga dalam proses pembelajaran warga belajar dituntut untuk aktif bertanya tentang teknis pembuatan produk. Tingkat keaktifan warga belajar mencapai 98% dalam proses pembelajaran. Tingkat kehadiran warga belajar dalam proses pembelajaran materi mencapai 85% karena warga belajar antusias untuk menguasai jenis ketrampilan asesoris perca yang berusaha menggali model dan design yang up to date, bukan hanya pada teknis pembuatan tapi juga aplikasi teknis pada bentuk ketrampilan yang lain.
      



c.    Uji Kompetensi atau Sertifikasi
Uji kompetensi diberikan oleh Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga dengan tim penilai adalah instruktur dan nara sumber teknis yang aktif dalam proses pembelajaran Program Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi “Asesoris Perca Batik Indonesia” Tahun 2010. Kegunaan dari uji kompetensi adalah sebagai alat ukur kualitatif terhadap keberhasilan program Pendidikan Kecakapan Hidup sebagai bahan evaluasi keberhasilan penyelenggaraan program.
Evaluasi pembelajaran bidang produksi dilaksanakan oleh instruktur produksi dengan menerapkan penilaian quality control yang ketat agar produk yang dihasilkan layak jual. Tingkat keberhasilan penguasaan materi produksi “Asesoris Perca Batik Indonesia” mencapai 100% karena seluruh warga belajar program PKH telah memiliki kompetensi di  bidang menjahit dasar.
Evaluasi materi kewirausahaan dilakukan dengan melibatkan warga belajar secara aktif pada proyek pameran handicraft tingkat Jawa Tengah yang diadakan Dinas Koperasi dan UMKM tingkat provinsi di Gedung Kartini, Semarang pada tanggal 18 Oktober 2010. Melakukan mediasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Salatiga bidang Usaha Kecil Menengah untuk menjadi mitra binaan sehingga dapat berpartisipasi dalam ruang pamer di Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Salatiga. Penjualan hasil produksi yang lolos quality control pada konsumen akhir yang langsung dilaksanakan oleh warga belajar pada masyarakat sekitar. Tingkat partisipasi warga belajar yang berhasil lulus dalam evaluasi materi kewirausahaan hanya 60%. Warga belajar mengalami hambatan saat harus menerapkan prinsip-prinsip marketing karena hanya membatasi kompetensi diri di bidang produksi saja. Sehingga pada prakteknya terjadi kolaborasi antara warga belajar yang berkompetensi bidang produksi dengan bidang marketing yang saling menguntungkan.

d.    Penempatan Lulusan
Berdasarkan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup Tahun 2010, SKB Kota Salatiga selaku penyelenggara melakukan penempatan lulusan untuk bekerja di dunia usaha kecil menengah dan merintis usaha mandiri, serta melakukan pendampingan terhadap lulusan baik yang bekerja, usaha mandiri, maupun yang belum tersalurkan. Pendampingan lulusan dapat dilakukan melalui:  
1.    Bagi lulusan yang bekerja:
a.    Memberi jasa konsultasi untuk mengatasi masalah-masalah dalam pekerjaan;
b.    Menyediakan kesempatan meningkatkan kompetensi sesuai kebutuhan kerja lulusan;
2.    Bagi lulusan yang usaha mandiri:
a.    Pendampingan manajemen;
b.    Pendampingan dalam perluasan pemasaran;
c.    Membantu perluasan jaringan permodalan;
d.    Membantu dalam penerapan teknologi.
3.    Bagi lulusan belum tersalurkan
a.    Peningkatan kompetensi;
b.    Memberikan informasi lowongan kerja;
c.    Membantu pengembangan rintisan usaha mandiri.
Pada program Pendidikan Kecakapan Hidup bidang konveksi “Asesoris Perca Batik Indonesia”tahun 2010 pendampingan lulusan lebih ditekankan pada usaha mandiri yang mengangkat potensi lokal Kota Salatiga untuk partisipasi aktif warga masyarakat dalam program pembangunan daerah, khususnya untuk membangkitkan bidang usaha kecil dan menengah bidang handycraft yang mati suri di Kota Salatiga.
Pendampingan manajemen dilakukan oleh  3 orang pengelola program Pendidikan Kecakapan Hidup untuk mendampingi warga belajar dalam menentukan cost production, harga jual bahkan penentuan marjin keuntungan yang hendak diraih. Selain itu dengan mendampingi warga belajar dalam melakukan proses akuntansi dengan pembukuan sederhana agar mengetahui kurva peningkatan usaha yang telah dirintis. Pendampingan juga dilakukan dalam proses pendirian Pra Koperasi Titian Mandiri Tunas Mekar untuk mewadahi aspirasi warga belajar Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga yang pernah mendapat bantuan sosial kewirausahaan. Pembentukan pra koperasi ini dimaksudkan untuk mempermudah pemantauan kelanjutan produksi, pemasaran dan usaha yang telah dirintis serta kemudahan pemberian modal untuk pengembangan usaha.
Tingkat keberhasilan pengelola dalam manajemen pelaksanaan program dan pembentukan pra koperasi mencapai 95%. Panitia pelaksana bekerjasama dengan solid dalam memajukan dan mengembangkan program Pendidikan Kecakapan Hidup “Asesoris Perca Batik Indonesia” Tahun 2010 mendukung keberhasilan pelaksanaan dan pendampingan program. Akuntabilitas dana bantuan sosial, keterbukaan dalam pengelolaan hasil penjualan, dan pembagian marjin keuntungan yang jelas menumbuhkan kepercayaan antara pengelola dan warga belajar sehingga program berjalan dengan lancar dan turut mendukung tingkat keberhasilan program. Hambatan yang dialami pengelola terjadi pada saat pembentukan pra koperasi karena harus menghadirkan semua warga belajar yang telah menerima dana bantuan sosial program kewirausahaan sehingga kesulitan dalam menentukan waktu yang tepat. Dengan demikian proses pendataan juga mengalami hambatan karena ada warga belajar yang tidak mengumpulkan biodata tepat waktu sehingga data hilang atau terselip.
Pendampingan marketing dilakukan oleh mitra kerja yaitu CV. Citra Grafika yang berkedudukan di Yogyakarta. Proses pendampingan yang dilakukan adalah test case product pada konsumen akhir untuk menentukan harga jual dan tangkat atensi masyarakat terhadap produk. Perluasan jaringan pemasaran dengan menghubungi kontak usaha dari mitra kerja untuk melakukan konsinyasi produk. Penyertaan produk dalam ruang pamer di Mirota Kampus Jogja dan Picuk Gallery yang sering menjadi tujuan wisata lokal dan mancanegara. Penyertaan produk pada even internasional Handycraft Indonesia Festival yang diselenggarakan di Malaysia pada bulan Nopember 2010 melalui daftar kontak usaha yang dimiliki oleh mitra kerja yaitu CV. Citra Grafika.
Tingkat keberhasilan bidang marketing dalam memasarkan hasil produksi warga belajar adalah 100% dengan dua macam produk yaitu alat peraga edukasi Buku Kain Mandiri (Cloth Books) dan produk asesoris perca batik sehingga warga belajar terus berproduksi secara berkelanjutan yang mendukung kesuksesan program Pendidikan Kecakapan Hidup. Perluasan jaringan pemasaran berhasil dilakukan berkat kerjasama pengelola dengan CV. Citra Grafika yang telah mengembangkan pasar kerajinan di Jawa Timur, Jawa Tengah dan DIY serta Jawa Barat dan Jakarta dan memiliki konsumen fanatik yang menghargai nilai produk bukan hanya berdasar harga jual.
Pengelola program PKH “Asesoris Perca Batik Indonesia” juga membantu lulusan program dalam hal perluasan jaringan permodalan. Salah satunya dengan pemberian dana stimulan bergulir. Pada umumnya dana stimulan bergulir diberikan secara tunai, namun berbeda dengan sistem permodalan yang dibangun pada program Pendidikan Kecakapan Hidup  tahun 2010. Pemberian modal peralatan dilakukan dengan sistem pinjam-pakai, dimana peralatan berupa 2 mesin jahit dipinjamkan pada masing-masing kelompok usaha yang dirintis di Turusan, Kecandran, Candi, Ngentak, Dukuh dan Argomulyo. Selama lulusan program masih berproduksi mesin boleh dikaryakan namun apabila sudah tidak berproduksi, maka mesin jahit ditarik untuk disalurkan pada kelompok belajar usaha yang lain sehingga menunjang kelangsungan produksi dan program berjalan secara berkelanjutan. 
Selain itu bantuan permodalan dari Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga dirupakan dalam bentuk bahan-bahan produksi dimana masing-masing lulusan memperoleh bahan produksi senilai Rp 240.000,00 dalam bentuk simpanan pokok dan simpanan wajib pada lembaga pra koperasi Titian Mandiri Tunas Mekar. Bahan-bahan produksi berupa peralatan jahit, kain perca batik, kain blacu, serta bahan produksi kain flanel sebagai kelanjutan usaha rintisan Cloth Books hasil rintisan tim marketing Kelompok Usaha Pemuda Produktif Tahun 2009. 
Tingkat keberhasilan dalam bidang permodalan mencapai 80 %. Hal ini disebabkan dari 20 orang lulusan Program Pendidikan Kecakapan Hidup yang masih aktif berproduksi dan menyatakan turut berpartisipasi dalam proses pendampingan usaha sebagai Kelompok Belajar Usaha (KBU) binaan SKB Kota Salatiga terdapat 16 orang lulusan yang mengakses permodalan dari bantuan sosial program Pendidikan Kecakapan Hidup. Sedangkan 2  orang lulusan program mengundurkan diri karena kesibukan sebagai ibu rumah tangga dan 2 orang lagi mengundurkan diri karena kesibukan sebagai pedagang di Pasar Pagi Salatiga.
Bantuan dalam hal penerapan teknologi dinilai pengelola belum maksimal karena keterbatasan dana untuk pengadaan masin jahit highspeed dan mesin jahit zigzag yang sangat dibutuhkan dalam proses produksi. Sehingga penerapan teknologi yang bisa diterapkan adalah teknologi informasi yaitu pengoperasian internat agar lulusan dapat mentransfer ilmu di bidang desian produk dan belajar memasarkan produk secara online.

 BAB V
KESIMPULAN

A.   Kesimpulan
Secara umum berdasarkan hasil wawancara mendalam (in-depth interview) dan pendataan pengelola selaku informan dan interview dengan lulusan program Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi “Asesoris Perca Batik Indonesia” tingkat keberhasilan pelaksanaan program adalah 88, 57 %. Dengan indikator keberhasilan program dalam bidang manajemen 95%, bidang pemasaran 100%, bidang permodalan 80% dan bidang teknologi terapan 80%. Lulusan program Pendidikan Kecakapan Hidup berhasil menyelesaikan proses pembelajaran bidang produksi home décor  dan asesoris perca batik dengan tingkat partisipasi warga belajar 95% dan tingkat kehadiran mencapai 90%.
Partisipasi dan kehadiran warga belajar yang tidak mencapai prosentase sempurna dikarenakan adanya warga belajar yang telah memiliki ketrampilan di bidang produksi asesoris perca batik dan hendak menggali ilmu desain produksi dari instruktur yang berkompeten dalam program Pendidikan Kecakapan Hidup untuk menambah ragam dan variasi produk yang dihasilkan. Proses pengerjaan pun lebih aktif di rumah warga belajar yang bersangkutan karena telah memiliki peralatan produksi dan memiliki background sebagai produsen seprai dan produk aplikasinya.
Warga belajar yang aktif berproduksi dengan indikator penggunaan dana stimulan bergulir dalam bentuk bahan baku hanya mencapai 80 % karena beberapa warga belajar mengundurkan diri dari program pendampingan dan pembentukan kelompok usaha serta pola pikir materi (money minded). Warga belajar mengundurkan diri sebab sudah merasa puas dengan tambahan wawasan dan berusaha mengaplikasikan sendiri ilmu yang didapat dalam usaha home industry yang telah dirintis secara pribadi. Selain itu warga belajar sudah disibukkan dengan aktivitas harian selaku pedagang pasar di Pasaraya Salatiga yang menuntut totalitas individu sehingga hanya menerima order dari SKB Salatiga selaku distributor.
Penguasaan manajemen pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh pamong belajar SKB Salatiga dinilai masih sangat rendah.  Hal ini dikarenakan basic pendidikan yang tidak mumpuni dari pamong belajar yang tidak menekuni dunia ekonomi praktis dan tidak memiliki latar belakang dunia wirausaha.  Sehingga mengalami kesulitan dalam menentukan cost product, margin profit, bahkan kapasitas produksi barang. Pamong belajar pengelola Program Kecakapan Hidup Tahun 2010 mengambil kebijakan untuk melakukan konsolidasi dan menggandeng mitra kerja dalam penentuan cost product berdasarkan hasil quality control dan pangsa pasar yang hendak dibidik.
Tantangan mendasar yang perlu diusahakan oleh pengelola program Pendidikan Kecakapan Hidup adalah perubahan pola pikir (mindset) warga belajar yang sekedar money oriented karena mendapat pelatihan gratis dan bebas biaya menjadi pola pikir produktif. Dengan demikian diperlukan training motivasi serupa Achievement Training Motivation (ATM) bagi warga belajar, yang diaplikasikan secara terintegrasi dalam kurikulum kewirausahaan ataupun dilaksanakan secara independen, sebelum mereka mengikuti program pelatihan dan kursus. Pelatihan motivasi difokuskan pada pembentukan pribadi warga belajar yang memiliki jiwa entrepeneur sehingga tidak mudah putus asa dalam merintis pembentukan kelompok usaha dan lebih ulet dalam berproduksi maupun melakukan distribusi produk yang dihasilkan. Pengenalan pribadi lebih mendalam sehingga dapat dipetakan warga belajar yang berkompeten dalam distribusi atau bidang produksi maupun yang sudah mumpuni dalam kedua bidang tersebut. Dengan pemahaman yang mendalam maka dapat dilakukan pembagian tugas dan peningkatan kompetensi masing-masing warga belajar dengan metode konstruktivis sehingga tidak menyamaratakan kemampuan awal warga belajar namun menghargai dan mengembangkan kompetensi dasar yang telah dimiliki sehingga proses pembelajaran memiliki arah yang jelas.

B.   Rekomendasi
Keberhasilan Program Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi “Asesoris Perca Batik Indonesia” Tahun 2010 di SKB Salatiga beberapa waktu lalu, hendaknya memberikan inspirasi dan membuka cakrawala baru bagi praktisi pendidikan non formal mengenai format pengadaan maupun pelaksanaan kursus dan pelatihan sejenis di masa yang akan datang.
Perlunya pemberian training motivasi dalam bentuk Achievement Training Motivation (ATM) pada tiap pelaksanaan program kursus dan pelatihan sejenis. Perubahan paradigma mutlak diperlukan dalam melakukan proses pembelajaran yang ditujukan bagi peserta didik usia dewasa agar tercapai peningkatan kualitas vokasi dalam hal kecakapan hidup (life skills). Dengan perubahan pola pikir money oriented menjadi pola pikir produktif akan menghasilkan lulusan kursus yang berkualitas, berjiwa entrepreneur dan siap tempa dengan kondisi persaingan usaha. Pergantian, pergeseran bahkan perubahan kualitas pribadi warga belajar dalam menghadapi persoalan sosial kehidupan mendukung keberhasilan warga belajar dalam menemukan solusi terbaik dalam mengatasi dan menjawab problematika kehidupan secara mandiri dan profesional.
Peningkatan kompetensi pengelola program kursus dan pelatihan khususnya pamong belajar perlu ditingkatkan lagi melalui jalinan kerjasama dengan instansi pemerintah seperti Depperindagkop Kota Salatiga maupun pelaku bisnis kreatif dan komunitas pengrajin handycraft sehingga dapat dilakukan transfer informasi di bidang pengelolaan manajemen keuangan. Selain transfer informasi dapat juga dilaksanakan perluasan jaringan komunikasi yang menunjang jalur distribusi dan keberlangsungan produksi sehingga program kursus dapat menopang kehidupan ekonomi warga belajar. Keuntungan lain yang diperoleh selama bergabung dengan komunitas bisnis adalah adanya sharing tentang even-even pameran yang diselenggarakan di daerah sehingga pengelola dapat melakukan konsinyasi maupun merger stand dengan pihak lain untuk memperkenalkan produk pada konsumen.