BAB
I
PENDAHULUAN
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA),
jumlah penduduk usia produktif di Kota Salatiga sebesar 134.375 jiwa, ternyata
hanya 37.525 orang yang masuk pada kategori jumlah angkatan kerja. Sementara itu
jumlah kesempatan kerja hanya mampu menampung 640 tenaga kerja, sehingga tidak
semua angkatan kerja yang ada di Kota Salatiga dapat terserap bekerja dan
menjadi pengangguran. Salah satu cara mengurangi angka pengangguran adalah
pengembangan semangat dan jiwa wirausaha, karena suatu bangsa akan maju apabila
jumlah wirausahawannya paling sedikit 2% dari jumlah penduduk. Dengan demikian
perlu dikembangkan semangat wirausaha agar terbentuk karakter pengusaha melalui
program pelatihan keterampilan.
Pelatihan keterampilan secara konseptual didefinisikan sebagai proses pembelajaran tentang
pengetahuan atau keterampilan yang diselenggarakan dalam waktu singkat oleh
suatu lembaga yang berorientasi kebutuhan masyarakat. Trisnamansyah dalam
Situmorang (2014) mengingatkan bahwa penyelenggaraan pelatihan keterampilan
tidak hanya memberi bekal pengetahuan atau keterampilan saja tetapi juga
menanamkan dan mengembangkan semangat dan jiwa wirausaha kepada warga belajar.
Kewirausahaan sebagai outcome pelatihan
keterampilan diharapkan membuka lapangan pekerjaan baru yang menuntut
kemandirian dan semangat kewirausahaan.
Pelatihan
keterampilan merupakan operasionalisasi program PAUDNI di bidang Pendidikan
Masyarakat. Pendidikan Masyarakat merupakan upaya pendidikan yang diprakarsai
pemerintah secara terpadu dengan upaya masyarakat untuk meningkatkan kondisi
sosial, ekonomi dan budaya dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil pelatihan keterampilan masih banyak yang kurang sesuai dengan harapan
penyelenggara. Setelah pelaksanaan pelatihan warga
belajar belum mampu
mengimplementasikan hasil pelatihan dalam tindakan nyata di lingkungannya.
Akibatnya outcome pelatihan
belum dapat dirasakan secara nyata dan program hasil pelatihan kurang membantu
dalam peningkatan kemandirian ekonomi dan semangat
kewirausahaan warga belajar maupun peningkatan kualitas program PAUDNI. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa pelatihan masih belum efektif.
Terkait hal diatas, penulis mengevaluasi penyelenggaraan program PAUDNI khususnya pelatihan keterampilan yang diselenggarakan oleh SKB Kota Salatiga mulai
tahun 2010 sampai dengan tahun 2011 dalam kegiatan Kursus Usaha Pemuda
Produktif (KUPP), Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) serta Desa Vokasi. Hasil evaluasi pelatihan keterampilan
dikatakan kurang efektif, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu 1) belum berdasarkan analisa kebutuhan, 2) belum
menggunakan data dan informasi, 3) belum memberikan efek penguatan dalam proses
pembelajaran, 4) beberapa tutor sekedar mentransfer
pengetahuan dan belum menerapkan prinsip pembelajaran andragogi, 5) evaluasi dilakukan hanya pada peserta
pelatihan saja.
Selain itu masih terdapat kendala yang
perlu diperbaiki dan diubah selama pelaksanaan
pelatihan keterampilan, meliputi : 1) materi pelatihan lebih cenderung ditentukan oleh pemberi
kebijakan (top down), 2) Peserta dan fasilitator yang kurang tepat sasaran, 3) belum
mampu merespon permasalahan apa yang dibutuhkan dengan apa yang didapat dari
pelatihan, 4) kurang terciptanya iklim yang kondusif, serta 5) output yang dihasilkan belum mampu
mengimplementasikan kompetensinya.
Berdasarkan
hasil evaluasi penyelenggaraan pelatihan keterampilan yang dilaksanakan SKB
Kota Salatiga pada tahun 2010 – 2011, maka dibutuhkan suatu model pelatihan keterampilan
dalam Program Pendidikan Masyarakat yang mampu mengatasi kesenjangan dan
mengoptimalkan seluruh komponen pelatihan sehingga tercapai kualitas pelatihan
yang maksimal. Model yang dipilih untuk dikembangkan dalam penelitian ini adalah
model Analyze Design Development Implementation and
Evaluation (ADDIE) yang dikembangkan oleh Dick dan Carey (2004).
Guna mengoptimalkan pengelolaan komponen, pelatihan dan lingkungan yang mempengaruhi agar
efektif, dinamis serta mendukung kinerja
pelatihan itu sendiri maka penulis mencoba menerapkan model ADDIE pada
pelatihan keterampilan di SKB
Kota Salatiga. Model ini menggunakan 5 tahap atau langkah
pengembangan, yakni : 1) analyze
(analisa kebutuhan); 2) design (desain atau perancangan); 3) development (pengembangan); 4) implementation (implementasi atau
eksekusi); dan 5) evaluation
(evaluasi atau umpan balik). Implementasi model ADDIE diharapkan dapat membantu pengembangan material dan program pelatihan yang tepat sasaran,
efektif, dan dinamis.
B.
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus permasalahan penelitian ini
adalah bagaimana
penerapan model ADDIE dalam pelatihan keterampilan
sebagai upaya meningkatkan efektifitas pelatihan.
C.
Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh
gambaran tentang upaya peningkatan
efektivitas pelatihan keterampilan melalui penerapan model ADDIE.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
1. Pengembangan Model
Pengembangan model adalah usaha penemuan atau perbaikan
sesuatu yang baru (adaptif dan inovatif) menurut kaidah-kaidah dan metode
ilmiah tertentu sehingga melahirkan formulasi yang dikehendaki (Rifai, 2014).
Pengembangan model dapat dilakukan
untuk kepentingan program,
pembelajaran, pelatihan, dan pembimbingan pada PAUDNI.
Pengembangan model bertujuan untuk mencari alternatif dalam meningkatkan mutu
penyelenggaraan program, pembelajaran, pelatihan dan pembimbingan pada PAUDNI.
Prinsip-prinsip pengembangan model menurut Priyanto (2012) adalah 1) relevan,
sesuai dengan kebutuhan, potensi, kondisi dan perkembangan yang ada di masyarakat, 2) fleksibel,
model yang dikembangkan dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi pengembangan program dan kebutuhan belajar anggota masyarakat,
3) praktis, model
yang dikembangkan mudah diaplikasikan oleh setiap pihak yang berkepentingan, 4) aktual, model yang
dikembangkan bersifat inovatif dan
nyata kebermanfaatannya, 5) efektif dan efisien, model yang dikembangkan memiliki nilai tepat guna/tepat sasaran dan
nilai ekonomis.
2.
Model
ADDIE
Model Analyze Design Development Implementation and
Evaluation (ADDIE) yang
dikembangkan oleh Dick dan Carey (Sugiyono:2009) memiliki
karakteristik dominansi pada teori pembelajaran behaviorism. Teori ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar, yang menjadi prinsip dalam program Pendidikan
Masyarakat PAUDNI khususnya pelatihan keterampilan.
Model ADDIE
menggunakan pendekatan sistem
dalam mendesain sistem
instruksional pelatihan. Hal
ini ditujukan agar
proses pelatihan yang
dijalankan berjalan secara
komprehensif serta fokus
pada kebutuhan penyelenggara pelatihan dan warga belajar. Model
instruksional ADDIE merupakan proses instruksional
yang merepresentasikan
panduan perangkat pengembangan
pelatihan dan kinerja
yang dinamik.
Proses pelatihan yang dikembangkan melalui model ADDIE, tahapannya
adalah sebagai berikut:
1. Analysis
Tahap analisis merupakan suatu proses
mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh warga belajar dengan melakukan need assessment (analisis kebutuhan),
mengidentifikasi kebutuhan, serta melakukan analisis tugas (task analysis). Output yang dihasilkan
berupa karakteristik calon warga belajar, identifikasi kesenjangan,
identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci berdasarkan kebutuhan.
2. Design
Tahap desain meliputi identifikasi
tujuan pembelajaran, strategi dan kegiatan apa
yang diperlukan untuk
mencapai tujuan, sumber
daya yang dibutuhkan, maupun jumlah pertemuan dalam
suatu program pelatihan. Desain tujuan pelatihan perlu memperhatikan prinsip SMART,
yaitu Spesific, Measureable, Acceptable to you, Realistic to achieve, dan Time-bound
with deadline.
3. Development
Tahap pengembangan adalah proses
mewujudkan desain menjadi kenyataan. Artinya, jika suatu desain memerlukan software multimedia pembelajaran atau
modul, maka perlu dilakukan penyusunan multimedia dan modul.
4. Implementation
Tahap implementasi adalah penerapan
sistem pembelajaran yang telah disusun. Pelaksanaan kegiatan pelatihan dengan mengaplikasikan strategi
dan memandu kegiatan,
berbagi feedback program pelatihan dan metodenya, melakukan tes, melakukan
modifikasi desain pelatihan, dan material berdasarkan temuan feedback
.
5. Evaluation
Tahap evaluasi adalah kegiatan
mendapatkan feedback dari tutor,
penyelenggara dan warga belajar dalam rangka
meningkatkan manajemen program, mutu pelatihan
dan mengidentifikasi pencapaian
tujuan pelatihan. Evaluasi formatif dilakukan untuk kebutuhan revisi pada
setiap tahap.
3. Efektifitas
Efektifitas
berasal dari kata dasar efektif. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia efektif
artinya dapat membawa hasil, berhasil guna (Depdikbud, 1995). Keefektifan diartikan sebagai keberhasilan
suatu usaha atau tindakan. Efektifitas juga dapat diartikan sebagai pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan.
Sesuai
dengan definisi efektifitas menurut Grondlund dan Lynn (1990) ”effectiveness characterized by qualitative
outcomes”, kualitatif hasil dikaitkan dengan pencapaian visi lembaga. Manajemen
program dikatakan memenuhi prinsip efektifitas apabila kegiatan yang
dilaksanakan sesuai dengan tujuan lembaga dan kualitatif outcomes-nya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
4.
Pelatihan
Ivancevich (2008) merumuskan pelatihan sebagai bagian pendidikan
yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan
di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dengan
menggunakan metode yang mengutamakan praktek daripada teori.
Pelatihan pada dasarnya meliputi proses belajar mengajar dan
bertujuan untuk mencapai tingkatan kompetensi tertentu. Setelah mengikuti
pelatihan, warga belajar diharapkan mampu merespon dengan tepat dan sesuai
situasi tertentu sehingga dapat memperbaiki kinerja yang langsung berhubungan
dengan situasinya sehingga lebih efektif dan efisien.
Menurut Sudjana (1993) pelatihan merupakan suatu sistem dengan komponen-komponen yang komprehensif, meliputi.
a. Masukan sarana (instrument input), yang meliputi
keseluruhan sumber dan fasilitas yang menunjang kegiatan pembelajaran mencakup
kurikulum, tujuan pelatihan, sumber belajar, fasilitas belajar, biaya yang
dibutuhkan, dan pengelola pelatihan.
b. Masukan mentah (raw input),
yaitu peserta pelatihan dengan berbagai karakteristiknya, seperti pengetahuan,
keterampilan dan keahlian, jenis
kelamin, pendidikan, kebutuhan belajar, latar belakang sosial budaya, latar belakang ekonomi, dan kebiasaan
belajarnya.
c. Masukan lingkungan (environment
input) yaitu faktor lingkungan yang
menunjang pelaksanaan kegiatan, seperti lokasi pelatihan.
d. Proses (process),
merupakan kegiatan interaksi edukatif yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan
pelatihan antara nara sumber teknis dengan
warga belajar.
e. Keluaran (output), yaitu
lulusan yang telah mengalami proses
pembelajaran pelatihan.
f. Masukan lain (other input),
yaitu daya dukung pelaksanaan pelatihan, seperti pemasaran, lapangan kerja,
informasi, dan situasi sosial budaya yang berkembang.
g. Pengaruh (impact), yaitu
yang berhubungan dengan hasil belajar yang dicapai oleh peserta pelatihan meliputi
peningkatan taraf hidup, kegiatan membelajarkan orang lain lebih
lanjut, dan peningkatan partisipasi dalam kegiatan sosial dan pembangunan
masyarakat.
B.
Kerangka
Berpikir
Kondisi faktual penyelenggaraan program
pelatihan keterampilan menunjukkan bahwa penyelenggara belum melaksanakan
analisis kebutuhan (need assessment)
sehingga program pelatihan yang dilaksanakan belum mampu merespon permasalahan apa yang
dibutuhkan dengan apa yang didapat dari pelatihan. Selain itu pemilihan warga belajar maupun
fasilitator yang tidak tepat sasaran mengakibatkan terciptanya iklim yang
kurang kondusif sehingga pelaksanaan pelatihan keterampilan tidak optimal.
Program pelatihan keterampilan belum menggunakan data dan informasi sehingga tidak
ada pemetaan terhadap seluruh rancangan pelatihan. Hal ini berimbas pada penyusunan
desain yang kurang terarah. Rancangan pelatihan yang tidak terarah menghasilkan
outcome yang belum mampu mengimplementasikan kompetensinya.
Berdasarkan kondisi faktual tersebut, maka
dilaksanakan pengembangan model instruksional ADDIE dalam program pelatihan
keterampilan. Model instruksional ADDIE terdiri dari lima langkah pengembangan, yakni 1) analyze (analisa kebutuhan), 2) design (desain atau perancangan), 3) development (pengembangan), 4) implementation (implementasi
atau eksekusi), dan 5) evaluation (evaluasi atau umpan balik).
Evaluasi dilaksanakan pada setiap tahapan
model ADDIE dengan fokus pada desain program pelatihan, penggunaan sumber daya,
dan hasil yang diperoleh oleh partisipan program pelatihan. Evaluasi
dilaksanakan dalam rangka kebutuhan revisi. Berdasarkan hasil revisi dilakukan
pengembangan dan penyempurnaan program pelatihan untuk meningkatkan mutu
pelatihan dan mengidentifikasi pencapaian tujuan pelatihan.
Output pengembangan model ADDIE dalam program
pelatihan keterampilan adalah peningkatan efektifitas penyelenggaraan program.
Kualitatif output dari pengembangan model ADDIE dalam program pelatihan keterampilan
adalah partisipan pelatihan yang tepat sasaran, manajemen program yang terarah,
kegiatan pembelajaran yang optimal dan kondusif serta lulusan pelatihan yang
profesional dan siap memasuki dunia kerja, mampu berwirausaha, dan berkarakter.
C.
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah
pengembangan model Analyze Design Development Implementation and
Evaluation (ADDIE)
dapat meningkatkan efektifitas program pelatihan keterampilan.
BAB
III
METODE
PENGEMBANGAN
A.
Metode
Pengembangan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan adalah rancangan
penelitian dan pengembangan pendidikan (educational
research and development) menurut Borg dan Gall yang dimodifikasi oleh
Sugiyono (2009). Research and Development
(R&D) adalah proses penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan dan
memvalidasi produk pendidikan berupa tujuan pembelajaran, metode, cara,
prosedur, kurikulum, evaluasi. Adapun tujuan akhir yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah pengembangan model instruksional ADDIE yang mampu
meningkatkan efektivitas program pelatihan keterampilan. Model pengembangan
produk dapat digambarkan sebagai berilut.
B.
Lokasi
dan Waktu
Lokasi penelitian adalah SKB Kota Salatiga di
Jalan Veteran No. 45 Kecamatan Tingkir Salatiga Jawa Tengah. Alasan pemilihan
lokasi karena SKB
Kota Salatiga telah menyelenggarakan
program pelatihan keterampilan hingga tahun 2014 dan memiliki dokumen program
pelatihan keterampilan sebagai acuan penelitian. Kegiatan penelitian
dilakukan mulai bulan Mei 2014 sampai dengan akhir Agustus 2014.
C.
Teknik
Pelaksanaan
Langkah-langkah yang ditempuh dalam Research and Development (R&D)
dapat disederhanakan dalam empat tahapan, yaitu (1) tahapan studi pendahuluan,
(2) tahapan pengembangan model, (3) tahapan uji coba model, dan (4) tahapan
penyusunan model yang direkomendasikan.
Tahapan
studi pendahuluan meliputi kajian teoritik dan regulasi
dengan metode survey yang menghasilkan need
assessment dalam merancang pengembangan suatu model. Serta pengumpulan data
dan informasi sebagai bahan perencanaan pengembangan produk yang diharapkan
dapat mengatasi masalah yang dialami dalam program pelatihan dengan pendekatan
studi kasus.
Tahapan pengembangan model meliputi
penyusunan desain model konseptual, validasi desain produk yang dilakukan dalam
forum diskusi dengan beberapa pakar atau tenaga ahli untuk menilai produk baru
yang dirancang, serta penyusunan model hipotetik berdasarkan hasil diskusi
terfokus dengan pakar.
Tahapan uji coba model meliputi uji coba
model secara terbatas, revisi dan hasil uji coba terbatas, uji coba model
secara lebih luas serta revisi dan hasil uji coba secara luas. Uji coba model
secara terbatas dilakukan dengan simulasi manajemen. Pengujian dilakukan untuk
memperoleh informasi apakah pengembangan model manajemen baru lebih efektif dan
efisien dibandingkan model manajemen lama.
Tahap terakhir adalah tahapan penyusunan
model yang direkomendasikan, yang merupakan model akhir setelah melalui
beberapa tahapan revisi.
D.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data pada setiap tahapan Research
and Development (R&D) adalah sebagai berikut.
a. Tahap
studi pendahuluan menggunakan observasi, kajian pustaka dan dokumentasi sebagai
teknik pengumpulan data. Observasi dilakukan untuk mengamati secara langsung
proses penyusunan rencana, proses pelaksanaan, dan proses penyelenggaraan
monitoring dan evaluasi program pelatihan. Data dan informasi diperoleh dari
beberapa sumber, yakni penyelenggara pelatihan dan nara sumber teknis. Kajian
pustaka dimaksudkan untuk memperoleh informasi teoritik tentang fokus
penelitian.
b. Tahap
pengembangan model hipotetik (konseptual), pengumpulan datanya menggunakan
diskusi terfokus dengan pakar manajemen pendidikan dan pelatihan.
c. Tahap
uji coba lapangan, pengumpulan data dilakukan melalui tes, kuesioner, wawancara
dan observasi terfokus.
E.
Teknik
Analisa Data
Analisis
deskriptif digunakan untuk menganalisis data dan informasi yang diperoleh dari
studi eksplorasi, proses pengembangan model, serta hasil uji coba model dari pakar melalui metode diskusi
terfokus (Focus Group Discussion). Penggunaan
analisis deskriptif dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang peran penyelenggara, pendidik, dan masyarakat peserta
pelatihan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelatihan. Analisis
deskriptif juga digunakan untuk memperoleh gambaran tentang kelemahan model yang
divalidasi dan diujicobakan di lapangan, sehingga hasilnya dapat digunakan
sebagai dasar untuk merevisi dan mengembangkan model.
Analisis data deskripsi ini menggunakan
pendekatan studi kasus. Miles (1992) menyatakan bahwa deskripsi kasus merupakan
teknik analisis untuk mengembangkan kerangka kerja deskriptif dalam
mengorganisir data dan informasi. Prosedur analisis data dalam teknik analisis
ini adalah (1) mengorganisir data ke dalam kelompok masalah tertentu yaitu
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, (2) mengedit data untuk memadatkan
informasi, dan (3) mendeskripsikan informasi data secara kronologis.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.
Analisis
Kondisi Faktual
Kondisi faktual yang dianalisis dalam
penelitian ini dilakukan dengan mengadakan studi dokumentasi dan wawancara. SKB
Kota Salatiga sebagai unit pelaksana teknis daerah di bidang PAUDNI seringkali
menyelenggarakan pelatihan keterampilan life
skill tiap tahun. Berdasarkan hasil
studi eksplorasi dengan teknik pengumpulan data studi dokumentasi dan
wawancara, dapat disimpulkan bahwa program pelatihan life
skill pada tahun
2010 dan 2011 dikatakan
kurang efektif.
Model pelatihan masih bersifat
teoritis sehingga perolehan hasil dan tingkat capaian tujuan pelatihan kurang
maksimal. Hal tersebut dikarenakan pengelolaan manajemen program yang belum
optimal, metode pembelajaran yang didominasi ceramah, belum mengimplementasikan
analisa kebutuhan dan perumusan tujuan pelatihan yang tidak sinkron dengan
kebutuhan.
Salah satu model pelatihan yang
dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas program pelatihan keterampilan atau
life skill
adalah model Analyze Design Development Implementation and
Evaluation (ADDIE). Program pelatihan merupakan suatu sistem terintegral dengan
seperangkat komponen yang saling berinteraksi melalui proses belajar untuk
menghasilkan kompetensi tertentu (Ritonga : 2014). Model ADDIE dengan
pendekatan sistem menyelaraskan peran manajemen penyelenggara pelatihan yang
profesional untuk mengkoordinir aktivitas dari sub sistem dan hubungan dengan
lingkungan agar dihasilkan output yang kompeten sesuai dengan tujuan
pelatihan.
Kelemahan dalam penerapan metode ADDIE pada pelatihan keterampilan
merupakan permasalahan teknis yang dapat dicari alternatif solusinya sebagai
berikut.
1. Waktu.
Metode ini cenderung
membutuhkan waktu relatif lebih lama untuk perencanaan dan persiapan. Perlunya
survei lapangan, pembuatan desain dan
merekonstrusi pengembangannya, serta evaluasi yang dilakukan pada setiap
tahapan cukup menyita waktu. Upaya
menanggulangi kendala ini dengan melakukan pelatihan keterampilan yang berkesinambungan
dari tahun ke tahun sehingga konsep yang dikembangkan tidak mulai dari nol
lagi.
2. Data dan informasi yang kurang akurat dan up to date.
Data dan informasi
sangat diperlukan untuk analisa lapangan (studi eksplorasi) dan pemetaan
sasaran yang sangat menentukan karakteristik, arah dan sebarannya. Untuk
mengatasi hal ini, maka data dan
informasi dihimpun dari beberapa sumber untuk mengurangi kesalahan penafsiran dan kelengkapan
data.
3. Penyelenggara kurang mempunyai kompetensi dan motivasi.
Model ADDIE membutuhkan
teamwork yang
solid dan panitia penyelenggara yang
berkompeten, kreatif dan pekerja keras yang ulet sehingga dihasilkan model pelatihan yang berkualitas. Upaya mengatasi kelemahan ini
dengan keberadaan pakar atau konsultan sebagai inspirator, kreator dan motivator.
B.
Hasil
Validasi Draft Model
Diskusi terfokus melibatkan beberapa unsur
yaitu akademisi, nara sumber teknis, tutor, pamong belajar, serta Dinas
Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Salatiga. Materi yang dikaji dalam diskusi
terfokus adalah model instruksional ADDIE dalam program pelatihan keterampilan
beserta berbagai komponen pendukungnya, yaitu desain model, kurikulum, silabus
serta strategi pembelajaran.
Desain
model ADDIE berorientasi pada
kebutuhan, berdasarkan
karakteristik warga belajar dan pemetaan sasaran. Hal ini mempermudah peserta dalam mengimplementasikan capaian
kompetensi di lingkungan. ADDIE
merupakan model pelatihan yang efektif dalam penyelenggaraan pelatihan
karena mampu meningkatkan kualitas program PAUDNI dan menghasilkan outcome yang tepat sasaran dan tepat
tujuan.
C.
Hasil
Uji Coba Model
Uji
coba lapangan terbatas dilakukan di SKB kota Salatiga yang bekerjasama dengan
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Salatiga serta pihak Kelurahan
Cebongan Kecamatan Argomulyo Salatiga selama pelaksanaan pelatihan keterampilan
sulam payet. Pelatihan keterampilan sulam payet dilaksanakan mulai bulan Mei
2014 sampai dengan akhir Agustus 2014.
Evaluasi
tentang kemudahan dalam pemahaman dan penerapan model ADDIE dilakukan dengan
menggunakan instrumen evaluasi. Pedoman penskoran instrumen dibagi dalam kriteria
berikut.
NO
|
INTERVAL
|
KRITERIA
|
KETERANGAN
|
1
|
91 – 100
|
Sangat baik
|
Efektif
|
2
|
81 – 90
|
Baik
|
Efektif
|
3
|
71 – 80
|
Cukup baik
|
Efektif
|
4
|
61 – 70
|
Kurang baik
|
Tidak Efektif
|
Tabel 1. Kriteria
Evaluasi Pelatihan Keterampilan
Responden
yang dimintai pendapat ada empat orang yaitu Ketua, Sekretaris, Bendahara dan
Unit Akademik. Rata-rata skor instrumen adalah 83,67 sehingga dapat disimpulkan
bahwa Model ADDIE dalam Program Pelatihan mudah dipahami dan mudah diterapkan.
Manajemen pelaksanaan program pelatihan
keterampilan dalam bidang perencanaan telah dilakukan dengan baik oleh
penyelenggara program (skor 84). Penyelenggara program pelatihan telah
melaksanakan analisa kebutuhan. Hal ini terlihat dari alasan peserta ,mengikuti
program pelatihan dan pemilihan jenis keterampilan yang akan dilatihkan.
Ternyata sebagian besar peserta mengikuti pelatihan karena jenis pelatihan yang
diselenggarakan oleh penyelenggara program sesuai dengan kebutuhan mereka.
Manajemen bidang penyusunan desain
menunjukkan skor 83 termasuk dalam
kriteria baik. Berdasarkan deskripsi data tentang penyusunan desain program
pelatihan, penyelenggara program pelatihan telah menggunakan hasil analisis
kebutuhan dalam penyusunan desain. Penyelenggara program pelatihan telah
melakukan sosialisasi tujuan dan jenis program pelatihan keterampilan dengan
baik. Pengadaan sarana dan prasarana sesuai dengan tujuan dan jenis
keterampilan yang dilatihkan. Pemilihan nara sumber teknis dengan standar baku.
Manajemen bidang pengembangan software dan
hardware pelatihan (skor 86) termasuk dalam kriteria baik. Deskripsi data
menunjukkan penyelenggara program dan NST telah menggunakan media pembelajaran
yang bervariasi, mulai dari menampilkan power point untuk penjelasan
pengertian, penggunaan gambar-gambar, model dan penyusunan modul pelatihan
keterampilan.
Manajemen bidang implementasi kegiatan
pembelajaran (skor 74) telah berada dalam kriteria baik. Secara kualitatif,
diperoleh beberapa temuan melalui pengembangan model ADDIE dalam pelatihan
keterampilan, yaitu (1) meningkatnya kompetensi warga belajar, (2) pelaksanaan
bimbingan dan pembinaan sesuai kebutuhan warga belajar, (3) meningkatnya
partisipasi dalam kegiatan pembelajaran, (4) terciptanya motivasi belajar yang
tinggi, dan (5) terciptanya interaksi saling membelajarkan.
Penilaian meliputi ragam pelaksanaan
evaluasi, standar penilaian, relevansi, keterlibatan masyarakat, dan
pemanfaatan hasil penilaian menunjukkan skor 92 dalam kriteria sangat baik. Evaluasi
program dilaksanakan secara keseluruhan mulai dari konteks, input, proses, dan
produk.
Berdasarkan
hasil ini, maka dapat disimpulkan bahwa model ADDIE efektif dapat meningkatkan
kualitas penyelenggaraan program pelatihan keterampilan. Model ADDIE yang
dikembangkan juga dapat dijadikan sebagai model alternatif yang dapat
meningkatkan kualitas manajemen program dan kompetensi warga belajar peserta pelatihan
keterampilan.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan dari pembahasan di atas adalah
bahwa model ADDIE merupakan suatu langkah atau prosedur dalam pelatihan yang
menggunakan tahapan analisa (analyze),
desain (design), pengembangan (development), pelaksanaan (implementation), dan evaluasi (evaluation) yang dapat diterapkan pada
pelatihan keterampilan di SKB Kota Salatiga. Model ADDIE dapat memperbaiki
kekurangan dan kelemahan melalui evaluasi formatif di setiap tahapan sehingga
mampu meningkatan efektifitas pelatihan keterampilan di SKB Kota Salatiga.
Substansi model ADDIE dalam pelatihan
keterampilan yang dikembangkan adalah suatu program pelatihan yang didesain
secara sistemik dalam mengembangkan dan memberdayakan potensi warga belajar
sesuai dengan kebutuhannya, mengelola resistensi peserta menjadi motivasi
belajar, serta memecahkan masalah belajar yang dihadapinya. Pendekatan yang
digunakan dalam model ini adalah pendekatan yang mengedepankan prinsip-prinsip
andragogi.
B.
Saran
Bagi
penyelenggara program pelatihan keterampilan disarankan untuk dapat mengkaji
lebih lanjut hasil penelitian ini sehingga menjadi salah satu referensi model
yang dapat meningkatkan efektifitas pelatihan yang dilaksanakan di lembaga
PAUDNI.
DAFTAR
PUSTAKA
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2012. Profil Daerah Kota Salatiga Tahun 2012. BAPPEDA.
Depdikbud.
1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Grondlund,
N.E., Linn, R.L. 1990. Measurement and
Evaluation in Teaching. New York : Macmillan.
Ivancevich,
John, M, dkk. 2008. Perilaku dan
Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Permen PAN-RB No. 15 Tahun 2010 Tentang
Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya. Jakarta: Kemdiknas.
Miles, Matthew dan Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:UI Press.
Priyanto,
Sony Heru.. 2012. Pengembangan Model. Makalah disajikan dalam Pelatihan Pengembangan
Model Pamong P2PAUDNI
Rifai,
Achmad. 2014. Penyusunan Pengembangan
Model. Makalah disajikan dalam Workshop Pengembangan Model P2PAUDNI
Regional II.
Situmorang,
Julaga. 2010. Pengkajian Program Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) dalam
Menyelenggarakan Program Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) di Sumatera Utara. Jurnal Teknologi Pendidikan Universitas
Negeri Medan, 21 : 31-50
Sudjana,
D. 1993. Metoda dan Teknik Pembelajaran
Partisipatif. Bandung:
Nusantara Press.
Sugiyono.
2009. Penelitian Pendidikan, Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar