Prakata
Anak
adalah anugerah Allah Swt. Tempat kita meneruskan cita-cita dan garis
keturunan. Anak juga merupakan amanah, titipan harta yang paling berharga yang
harus dijaga, dirawat dan dididik agar menjadi penyejuk hati.
Mendidik
anak memang bukan perkara mudah. Orangtua seringkali terjebak dengan pola
pendidikan tradisional yang mengedepankan teknik pembelajaran yang
mengakomodasi anak-anak yang cenderung berada dalam kontinum otak kiri. Padahal
perkembangan kebudayaan yang serba cepat, kecintaan akan hidangan cepat saji
dan kepuasan instan, menjamurnya telepon seluler, jaringan komputer, sistem
e-mail, selera akan kekerasan dan aksi petualangan, ketergesa-gesaan untuk
langsung mencapai hasil akhir, melahirkan anak-anak yang dicap menderita ADD
atau seolah-olah ADD. Anak-anak yang
diberkahi karunia khusus yaitu “pembelajar
visual yang cenderung menggunakan otak kanan”.
Penulis
mengajak Anda menjadikan buku ini sebagai salah satu alternatif untuk menyelami
dunia anak-anak yang dicap menderita ADD, gifted
children yang dibekali dengan daya ingat luar biasa istimewa dan pemimpi
dengan kepekaan intuisi yang yang hipersensitif. Kelemahan dalam gangguan konsentrasi
yang sering dialami anak-anak penderita ADD dapat berubah menjadi kekuatan
mereka dengan pemilihan media belajar dan alat peraga yang menonjolkan
kemampuan visualnya. Agar tidak terlalu njelimet dan mudah diterapkan, penulis
memaparkan banyak latihan praktis yang bisa digunakan saat Anda ingin melejitkan
kemampuan anak-anak ADD yang cenderung menggunakan otak kanan ini dalam
kemampuan membaca.
Salah
satu hadiah terbesar bagi anak adalah orangtua yang mau belajar soal anak. Jika
orangtua bertambah ilmunya seiring mendampingi anak, akan jauh lebih mudah
baginya dalam mendidik anak, terutama gifted
children yang dicap menderita ADD, yang visual, yang cenderung menggunakan
otak kanan. Kita jadi tahu apa yang harus kita lakukan. Kita jadi tahu apa
yang akan kita lakukan. Bukan
sembarangan dan bukan asal-asalan karena perlakuan kita terhadap anak akan
menjadi bekal hidupnya kelak dalam mengarungi kehidupan.
Selamat belajar ….
Semangat
belajar ….
Pendahuluan
Beberapa
tahun yang lalu saya diberitahu bahwa seharusnya saya memeriksakan anak saya
yang ketika itu berusia prasekolah, kalau-kalau ia menderita ADD (Attention Deficit Disorder) atau
gangguan pemusatan perhatian.
Ihsan
adalah sebongkah energi berusia enam tahun. Tidak pernah bisa diam dan suasana
hatinya selalu berubah-ubah. Ia juga mengalami kesulitan menuntaskan segalanya.
Perkara-perkara sepele mudah membuatnya lepas kendali, ia mudah tersinggung,
dan meledakkan amarahya disusul dengan berjam-jam ngambek tak mau bicara. Ihsan
tidak suka dipegang atau dirangkul. Saya ingat bagaimana saya berbaring tidak
bisa tidur pada malam hari bertanya-tanya apakah saya telah gagal menjadi
orangtua.
Namun
terlepas dari itu semua saya melihat seorang anak yang diberkahi dengan banyak
karunia. Ihsan memiliki perbendaharaan kata yang luar biasa, sangat ingin tahu,
kritis, mudah menyusun lego maupun balok-balok menjadi bangun-bangun yang
rumit, serta memiliki daya ingat yang betul-betul istimewa.
Diagnosis
ADD terasa manis-manis pahit. Di satu sisi, sungguh lega rasanya mengetahui apa
yang menyebabkan perilakunya yang mengkhawatirkan. Namun di sisi lain,
mendengar diagnosis itu serasa langit runtuh seketika. Seperti banyak orangtua
lainnya, saya sedih melihat kondisinya, sering menangis dan ngambek. Saya pun
memutuskan untuk belajar sendiri tentang ADD, bahkan menjadi terobsesi dengannya.
Perjuangan
itu membawa saya bergabung dalam komunitas parenting yang membuka wawasan dan
merubah paradigma saya dalam pola pendidikan anak. Hingga saya bertemu dengan
Ayah Eddy dalam Komunitas Indonesian Strong From Home yang menyarankan agar
Ihsan ikut dalam program observasi. Sementara Ayah Eddy membicarakan tentang
karakteristik murid-muridnya yang dicap ADD, saya menemukan dalam setiap ciri
tersebut ia sedang menggambarkan tentang anak saya.
Ayah
Eddy menjelaskan bahwa semua anak yang dicap ADD cenderung menggunakan otak kanan dan memiliki gaya belajar visual. Anak-anak itu kreatif, bisa memecahkan
soal-soal matematika yang sulit dalam kepala mereka, dan merupakan pembaca
cepat yang baik. Mereka cenderung kurang berprestasi di sekolah karena para
pendidik cenderung menggunakan otak kiri. Ayah Eddy mengatakan bahwa yang
dibutuhkan anak-anak itu adalah metode
pengajaran yang berbeda. Untuk pertama kalinya, saya mendengar sesuatu yang
masuk akal tentang hal misterius yang disebut ADD itu.
Apa
itu ADD?
Dalam
literatur medis, gangguan pemusatan perhatian yang disebut Kelainan Kurang
Perhatian atau Attention Deficit Disorder
(ADD) merupakan suatu sindrom neurologis yang mempunyai tiga gejala utama :
impulsivitas (kecenderungan menuruti dorongan hati), konsentrasinya mudah
terganggu, dan hiperaktivitas atau energi yang berlebihan.
Jeffrey
Freed, dalam bukunya Right-Brained
Children in a Left-Brained world mengemukakan bahwa
Anak-anak penderita ADD itu:
hiperimpulsif (mudah sekali
menuruti dorongan hati)
hipersensori (sangat peka
indranya)
hipersensitif
hipervisual
mudah sekali terganggu
konsentrasinya
dan
kebanyakan,
hiperaktif.
Saya
percaya bahwa mayoritas anak yang
sekarang dicap ADD itu sebetulnya menderita apa yang oleh Hallowell dan Ratey
diistilahkan sebagai seolah-olah ADD
dalam bukunya Answer to Distractions.
ADD bukanlah bawaan lahir namun kitalah yang menjadikan mereka demikian.
Anak-anak ini merupakan produk dari kebudayaan kita yang serba cepat, visual,
dan terlalu menstimulasi.
Bagaimanakah
kita mengetahui perbedaan antara ADD yang sesungguhnya
dengan yang seolah-olah ADD ? Karena
hal ini bukanlah ilmu pengetahuan eksak, renungkanlah hal berikut :
·
tingkat
keparahannya
Apakah perilaku si anak
demikian ekstrem sehingga perilaku tersebut secara konsisten menghalangi
kemampuannya untuk berprestasi di sekolah, menuntaskan tugas-tugas, dan
membentuk ikatan normal dengan keluarga dan teman sebaya.
·
apakah
perilakunya sama menonjolnya baik di dalam maupun di luar kelas
Apabila
guru anak Anda menyarankan untuk dievaluasi kemungkinan menderita ADD, mungkin
saja perilaku yang seperti ADD itu hanya teramati di ruang kelas. Mungkin saja
anak Anda bertingkah karena merasa bosan atau cara mengajar yang keliru, bukan
karena kelainan yang mendasar.
Ciri-ciri
Anak Penderita ADD
Jeffrey
Freed, dalam bukunya Right-Brained
Children in a Left-Brained world mengemukakan ciri-ciri anak yang dicap
menderita ADD sebagai berikut.
Daya
Ingat Yang Luar Biasa Kuat
Kita
semua ingat teman sekolah yang tidak pernah belajar hingga malam hari menjelang
ujian, lalu semalam suntuk belajar dan ia berhasil meraih nilai tertinggi di
kelas. Kemungkinan besar ia memiliki gaya belajar visual, yang cenderung menggunakan otak kanan
sehingga mampu membaca bahannya dengan cepat bahkan juga mengingatnya dengan
mudah dan akurat.
Perfeksionis
Anak-anak
yang cenderung menggunakan otak kanan diciptakan dengan kecenderungan
berkompetisi yang lebih dominan. Mereka memiliki hasrat yang mendorongnya untuk
sukses, untuk menjadi mutlak yang terbaik dalam segala hal, bahkan mampu
membuatnya hancur saat realita mengalahkan harapannya. Berkah karunia ini hanya
mungkin ditempa, tanpa pernah sepenuhnya menghapus, dan juga sebaiknya tidak
dihapuskan.
Perfeksionis
itu belum tentu buruk, sebaliknya dapat menjadi aset berharga seandainya
diarahkan dengan benar. Kuncinya adalah membiarkan ia mengatasi perasaan takut
gagalnya dan belajar membangun rasa percaya dirinya di atas
kesuksesan-kesuksesan yang telah dicapai.
Kurang Percaya Diri
Merendahkan
diri sendiri sangatlah umum terjadi pada anak-anak yang cenderung menggunakan
otak kanan, cerdas, dan kurang berprestasi di sekolah. Frustrasi dan rasa
kurang percaya diri akan menjadi sangat berkurang ketika anak-anak ini merasa
senang dengan dirinya sendiri dan prestasinya.
Pada
saat anak merasa kurang percaya diri, tidak seorang pun boleh menjatuhkannya
lebih dalam lagi. Namun hal ini dapat diminimalisir dengan berusaha sekuat
tenaga mengabaikannya dan memberikan pujian yang tulus atas kelebihan-kelebihan
si anak.
Kecenderungan Mengikuti
Dorongan Hati
Anak
yang cenderung menuruti dorongan hati ini lebih mungkin memukul ketika marah,
mengucapkan perkataan yang keliru tanpa berpikir, atau mengejar bola ke jalanan
tanpa mempertimbangkan konsekuensinya.
Ia tidak
memperhatikan nasihat untuk bersabar. Saat temannya mempunyai mainan yang ia
inginkan, ia akan langsung saja merebutnya tanpa minta izin terlebih dahulu.
Keterampilan
Motorik Yang Terlambat
Anak-anak
penderita ADD terkenal kikuk. Mereka suka membentur segala benda, tersandung
kaki mereka sendiri, dan menabrak pintu atau anak-anak lain. Tanda-tanda
keterampilan motorik yang terlambat bisa jadi sudah nampak sejak balita.
Anak-anak ini mungkin terlambat berjalan, bahkan tidak melewati fase merangkak.
Mungkin mereka mengalami kesulitan berdiri atau melompat dengan satu kaki.
Keterampilan motorik halus mereka terlambat bahkan sering dijumpai mereka
mengalami kesulitan dalam menulis.
Kepekaan
Intuisi
Anak-anak
penderita ADD yang cenderung menggunakan otak kanan sangat intuitif dan sangat
sulit menjaga rahasia darinya. Ia sangat peka terhadap suasana hati dan
ekspresi Anda, membaca bahasa tubuh Anda, nada suara Anda, dan menatap mata
Anda lebih baik daripada kebanyakan
orang. Ia langsung tahu begitu Anda masuk rumah, apakah hari Anda di tempat
kerja berjalan baik atau buruk. Saat Anda senang, ia turut senang. Kalau Anda
tegang, ia juga akan cenderung bertingkah dan memperlihatkan amarah.
Hubungan antara Kecenderungan
Menggunakan Otak Kanan dengan ADD
Anak-anak
yang dicap menderita ADD itu cenderung menggunakan otak kanan, visual, dan acak
dalam pemrosesannya. Dr. Rick Fowler, yang menderita ADD, dan istrinya,
Jerilyn, menjelaskan hubungan antar ADD dengan kecenderungan menggunakan otak
kanan dalam buku mereka, Honey, Are You
Listening? How Attention Deficit Disorder Could Be Affecting Your Marriage.
Kata mereka, “Kebanyakan, orang yang menderita ADD itu sangat cenderung
menggunakan otak kanannya …” .
Itulah
salah satu alasan mengapa individu penderita ADD sering berbenturan dengan
mayoritas populasi. Dunia modern kita lebih cocok bagi individu yang cenderung
menggunakan otak kiri. Mereka berada dalam zona nyaman dengan jadwal dan
keteraturan. Mereka cocok dengan system pendidikan yang telah disempurnakan
untuk mengakomodasi dan mendorong cara berpikir yang terjadi di belahan otak
kiri.
Ada beragam
tes yang digunakan para profesional untuk mengukur dominasi belahan otak (salah
satunya adalah Hermann Brain Dominance Test), Jeffrey Freed dalam bukunya Right-Brained Children in a Left-Brained World
memberikan kuis untuk memberikan gambaran yang jelas apakah anak Anda (usia
lima tahun hingga tiga belas tahun) cenderung menggunakan otak kiri, otak
kanan, atau seimbang:
1.
Apakah anak Anda luar biasa tidak bisa diam?
2.
Apakah anak Anda mengalami kesulitan dalam
mewarnai atau menulis dengan tangan?
3.
Apakah anak Anda terlambat berjalan?
4.
Apakah anak Anda luar biasa peka terhadap
kritik?
5.
Apakah anak Anda alergi atau asma?
6.
Apakah anak Anda pandai dalam membangun mainan,
seperti Log, Lego, atau balok-balok bangun?
7.
Apakah anak Anda pandai dalam mengerjakan
teka-teki dan menemukan jalan keluar dari labirin?
8.
Kalau anda membacakan sebuah buku bagi anak Anda
dua tiga kali, apakah ia mampu mengisi kata-kata yang kosong dengan menghafal
hamper sempurna?
9.
Apakah sangat penting bahwa anak Anda menyukai
gurunya agar dapat berprestasi dalam mata pelajarannya?
10.
Apakah anak Anda mudah terganggu konsentrasinya,
atau apakah ia banyak melamun?
11.
Apakah anak Anda tidak mampu secara konsisten menyelesaikan
tugas-tugas?
12.
Apakah anak Anda cenderung bertindak dahulu baru
berpikir?
13.
Apakah Anda harus menggunting merek pakaian anak
Anda?
Apakah ia hanya mau mengenakan
pakaian yang sangat halus dan sudah lama?
14.
Apakah anak Anda cenderung tidak mau dirangkul?
15.
Apakah anak Anda cenderung tidak terkendali di
pertandingan olahraga, di pesta yang hingar bingar, atau di taman hiburan?
16.
Apakah anak Anda perlu terus diingatkan untuk
mengerjakan hal tertentu?
17.
Apakah anak Anda sangat kompetitif dan tidak mau
kalah?
18.
Apakah anak Anda memiliki rasa humor yang baik?
Apakah ia mempunyai kemampuan di atas rata-rata untuk memahami atau menciptakan
guyonan?
19.
Apakah anak Anda perfeksionis, sedemikian rupa
sampai-sampai ia terhalang dari mencoba hal-hal baru?
20.
Bisakah anak Anda mengingat liburan atau acara
lain satu dua tahun yang lalu dengan detail yang sangat rinci?
Semakin
banyak jawaban ya, semakin ke
kananlah anak Anda dalam kontinum otak kiri-kanan.
Semakin
ke kanan seorang individu berada di kontinum otak kiri-kanan ini, semakin intuitif
dan acak dia dalam pemrosesan, dan ia semakin cenderung menyimpan informasi
terutama dalam bentuk gambar. Ketika diminta mengingat suatu kejadian atau
seseorang, individu yang cenderung menggunakan otak kanannya akan langsung
membayangkan suatu gambar, mengingat detail sekecil apapun.
Individu
yang cenderung menggunakan otak kanan itu adalah pembelajar yang menyeluruh,
dari keseluruhan ke bagian-bagiannya. Mereka lebih mudah menguasai keterampilan
dengan melihatnya didemonstrasikan daripada dijelaskan langkah-langkahnya.
Sementara mereka lebih suka mengeja secara visual, mereka masih dapat mengakses
belahan otak kirinya untuk belajar menyuarakan suku-suku katanya.
Membaca
Ihsan,
usia 6 tahun, kesulitan membaca. Tampaknya ia tidak mampu memahami semua simbol-simbol
aneh pada halaman buku. Ia pasti menganggap dirinya bodoh karena melihat ke
sekeliling ruang kelasnya dan melihat anak-anak lain membaca dengan suara
keras. Untuk melindungi dirinya dari kekecawaan mencoba tetapi gagal, ia sering
melihat ke sekeliling ruangan, dan mencari-cari pengalih perhatian.
Sebagai
produk didikan pola otak kiri yang diajarkan orangtua saya, Ihsan diharuskan
duduk manis di meja untuk belajar membaca mulai dari mengeja b dan a dibaca ba.
Selama 5 menit pertama saya sudah harus mengingatkannya untuk duduk diam dan
memperhatikan materi ajar sebanyak 20 kali. Frustasi dengan tingkahnya yang
selalu berpindah secara aktif, memperhatikan lingkungan sekitar atau sibuk
memainkan jemarinya, sesi pembelajaran dihentikan tanpa hasil. Pola yang sama
diulang lagi hingga 3 hari tanpa dampak yang berarti.
Mengeja
Apa
yang salah? Sesuai saran Jeffrey Freed dalam bukunya Right-Brained Children in a Left-Brained World, pemilihan mengeja
sebagai topik pertama saat bekerja sama dengan seorang anak yang cenderung
menggunakan otak kanan sudah tepat. Namun perlu perbaikan metode yang dapat membangun
keyakinannya dan menjadikan belajar itu menggembirakan, serta mengaktifkan
karunianya berupa daya ingat visual yang luar biasa istimewa.
Perlu
diperhatikan oleh orang tua dan pendidik bahwa dalam mengajarkan mengeja kepada
anak yang cenderung menggunakan otak kanan
atau menderita ADD, lupakanlah segala “aturan” yang pernah kita pelajari
di sekolah. Sebab system pendidikan kita dahulunya dirancang bagi anak-anak
yang cenderung menggunakan otak kiri, seorang pembelajar dengan gaya belajar
auditory (lewat pendengaran).
Anak-anak
penderita ADD dan anak-anak yang cenderung menggunakan otak kanan itu “spasial” dalam memproses, yang
menjadikan mereka cenderung terbalik dalam mengeja huruf. Karena cara berpikir
yang visual dan spasial (ruang), kemungkinan ia menulis namanya dalam sebuah
lingkaran atau bujur sangkar bahkan seringkali dijumpai mereka menulis namanya
dalam bentuk pantulan cermin. Hal ini merupakan asset bagi para artis dan
arsitek namun bisa menjadi mimpi buruk bagi anak-anak yang berusaha menangkap
kata-kata dan menuangkannya kembali dalam bentuk tulisan dengan cara dari kiri
ke kanan pada halaman yang tidak hidup.
Mainan
Hendaklah Menarik Disentuh
dan
Indah Dipandang
Sidney
Zentall, seorang profesor pendidikan khusus di Purdue University telah
menemukan bahwa warna dapat menangkap perhatian anak-anak yang dicap menderita
ADD dan meningkatkan keterampilan mereka dalam menangani tulisan. Ia juga
menemukan bahwa ketika anak-anak penderita ADD melihat huruf-hurufnya di layar,
mereka akan lebih mungkin memperhatikan kalau huruf-hurufnya berwarna.
Sekolah
pada umumnya mengutamakan pendekatan otak kiri pada proses pembelajaran dengan
mengeja dalam hitam putih, biasanya menggunakan kapur putih pada papan tulis
hitam. Jadi, untuk anak-anak yang cenderung menggunakan otak kanan, diperlukan
peran orangtua dan pendidik yang lebih inovatif dalam menyediakan mainan, media
atau alat peraga yang colourfull (berwarna).
Secara
khusus setiap toko mainan menyediakan mainan, media dan alat peraga edukasi
yang sensasional, warna-warni dengan cat warna primer, buku dongeng, cerita
bergambar, mainan dengan tuts alphabet seperti mesin ketik, mainan instruktif
dan dekoratif, dan sebagainya. Namun tidak dapat disangkal bahwa anak-anak itu
akan memainkannya sesaat saja, setelah bosan kita tidak pernah melihatnya lagi.
Pada
sisi lain, sekolah pendidikan Montessori telah menciptakan mainan-mainan berupa
objek kasat dan lembut yang dapat dirasakan, dilemparkan, dan objek-objek yang
dapat diatur satu sama lain. Selain itu berhubungan dengan aktivitas keseharian anak. Hal ini
perlu dilakukan agar anak tertarik dan merespons terutama dengan apa yang
memberikannya “kegembiraan yang
mencerdaskan” serta kepuasan dan mengembangkan hasrat anak untuk mencipta.
Dengan
demikian, sebuah mainan, media atau alat peraga harus lebih dari sekedar
menyenangkan untuk dilihat, dan lebih dari sekedar dapat bergerak. Namun mampu
menstimulasi anak untuk mengkonstruksi dan menciptakan hal baru yang mendukung
perkembangan otak. Hal yang tak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah mainan,
media atau alat peraga tersebut disesuaikan dengan kemampuan dan usia anak.
Tabung
bergambar
“tangram”
Terinspirasi
dari kedua pendapat di atas, saya pun me-reused
botol plastik kemasan bekas dan kardus kemasan bekas menjadi mainan mengeja
bagi Ihsan.
Untuk
efek tampilan warna yang menarik digunakan kain felt, dan jadilah “Tangram”.
Aspek
terpenting yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan dan pemanfaatan kardus
bekas dan botol plastik bekas kemasan minuman adalah aspek keamanan dan dan
kebersihan. Aman dalam arti kardus tersebut terhandar dari hal-hal yang
membahayakan pada saat digunakan, misalnya tidak terdapat sisa bahan-bahan
kimia dan unsur logam. Sedangkan aspek kebersihan mengandung maksud bahwa
barang bekas yang digunakan terhindar dari efek terganggunya kesehatan anak,
misalnya bersih dari kotoran, tidak basah/lembab dan tidak berbau.
Keuntungan
dari penggunaan bahan-bahan bekas selain mudah didapat dari lingkungan sekitar
dan murah, adalah menanamkan konsep daur ulang dan cinta lingkungan pada anak
serta melatih anak untuk hidup sederhana dan kreatif. Dengan kegiatan pemanfaatan barang bekas yang dikreasikan
menjadi produk media pembelajaran dipandang telah memiliki peran dalam
penyelamatan lingkungan. Sehingga pada proses pembelajaran terdapat suatu upaya
menanamkan kesadaran dan tanggung jawab untuk melakukan tindakan menjaga dan
melestarikan lingkungan agar tercipta lingkungan bersih, sehat, dan nyaman
dengan membudayakan perilaku hidup sehat
dalam aktivitas keseharian.
Pemanfaatan
“Tangram” dalam permainan mengeja diharapkan mampu meningkatkan daya tarik pada
anak-anak penderita ADD yang merupakan pembelajar visual dan spasial dengan
penggunaan warna yang mencolok dan tegas pada kain felt. Ketertarikan visual
dengan penggunaan beragam warna dapat
mendorong antusiasme anak dalam berperan aktif selama proses
pembelajaran melalui permainan mengeja. Anak juga lebih mampu berinteraksi
antar individu maupun antar kelompok. Sehingga ketertarikan dan interaksi
tersebut membuat mereka terbawa dalam suasana permainan. Situasi bermain pun
menjadi menyenangkan dengan pemberian rangsangan yang tepat.
Media
pembelajaran “Tangram” dalam latihan mengeja bagi anak-anak penderita ADD
digunakan untuk mengembangkan kemampuan motoriknya. Selain itu media
pembelajaran “Tangram” juga dapat mengoptimalkan daya visualnya yang kuat
sehingga ia mampu mengasosiasikan suku kata dengan objek benda dalam ragam
permainan mengeja berikut ini.
Permainan
Mengeja
Marilah
kita memulai pelajaran mengeja kita yang pertama dengan menggunakan “Tangram”.
Peganglah satu suku kata “Tangram” dan perlihatkan setidaknya 30 cm dari anak
Anda. Mintalah ia melihatnya hingga ia dapat membayangkannya. Mungkin ia hanya
melihat hurufnya atau melihat gambar visual yang mewakili suku kata tersebut.
Keduanya akan membantu kemampuannya untuk mengeja. Penting sekali Anda bersabar
dalam langkah ini. Saya sendiri menuntut setidaknya dua puluh detik untuk
memprosesnya.
Begitu
anak Anda mampu memvisualkan suku kata tersebut dalam benaknya, balikkan
tangram. Mintalah anak Anda menyebutkan suku kata tersebut dengan suara keras.
Tahapan ini dimulai dengan mengeja lisan karena saat menulis, anak Anda melihat
ke bawah, yang tidak optimal untuk melacak gambar-gambar visual.
Begitu
Anda berhasil menarik perhatian anak Anda, maka langkah selanjutnya untuk
mengenalkan suku kata lain akan semakin mudah. Cobalah memasukkan variasi
permainan dengan menyebut “suku kata …
ada di dalam kata…” . Lakukanlah pengulangan untuk menguatkan memori anak
Anda dengan bekerja sama dalam suasana yang santai, nyaman, dalam lingkungan
yang minim gangguan. Mungkin tiga sampai empat suku kata setiap harinya selama
satu minggu.
Latihan-latihan
berikut bermanfaat dalam mengajarkan mengeja bagi anak-anak yang cenderung
menggunakan otak kanan, cenderung visual dan cenderung kinestetik:
- Gunakan “Tangram” seperti dalam permainan bowling, minta anak Anda menyusun kata dari “Tangram” yang jatuh.
- Bermainlah “Lempar Tangkap Tangram”, Anda dapat bertindak sebagai keranjang dan minta anak Anda melempar “Tangram” masuk ke keranjang. Minta ia menyebutkan suku kata atau kata yang dapat dibentuk dari “Tangram” yang masuk dengan sukses ke dalam keranjang.
- Mintalah anak Anda memilih beberapa kata dari buku cerita kegemarannya. Suruhlah ia menggarisbawahi kata-kata tersebut, mempelajarinya, dan mengejanya.
- Buatlah “Pohon Ejaan” dengan menyediakan sebuah ranting kecil di dalam pot bunga. Setiap kali anak Anda diberikan suku kata baru, buatlah lingkaran, daun, atau bunga, tuliskanlah sebuah kata dan ikatlah ke “pohon” tersebut Anda dapat memanfaatkan pohon tersebut sebagai dekorasi di kamar anak Anda.
- Bantulah anak Anda melejitkan kemampuannya untuk memvisualisasikan tiap suku kata dengan latihan yang mudah. Mintalah ia menuliskan setiap suku kata pada selembar kertas. Mainlah tebak-tebakan “suku kata … ada di dalam kata …”. Suruhlah dia menggambar kotak di sekeliling kata tersebut. Kemudian suruhlah dia mempelajari bentuk kotaknya selain huruf-huruf di dalamnya.
- Suruhlah anak Anda mengetik suku kata atau kata yang telah dikuasainya dengan komputer. Pastikan setiap katanya dieja dengan benar, lalu cetaklah. Selain mengajarkan mengeja, latihan ini juga membantu mengajarkan dan menguatkan keterampilan motoriknya.
- Bermainlah tic-tac-toe dengan anak Anda. Gunakan spidol dengan warna berbeda. Bukannya menuliskan X dan O namun masing-masing mengeja kata yang berbeda dalam masing-masing kotaknya.
Kepustakaan
Aamodt, Sandra dan Sam
Wang. Welcome to Your Child’s Brain.
PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta 2013
Armstrong, Thomas. Setiap Anak Cerdas. Gramedia Pustaka:
Jakarta. 2005
Armstrong, Thomas. You’re Smarter Than You Think. Karisma:
Jakarta.
Armstrong, Thomas. Awakening Your Child’s Natural Genius.
Karisma: Jakarta.
Bukhari, Ihsan Baihaqi
Ibnu. Sudahkah Aku Jadi Orangtua Shaleh?.
Khazanah Intelektual: Bandung. 2010
Edy, Ayah. Mendidik Anak Zaman Sekarang Ternyata Mudah
Lho (Asalkan Tahu Caranya). Tangga Pustaka: Jakarta. 2008
Einon, Dorothy. Permainan Cerdas Untuk Anak. Erlangga:
Jakarta. 2005
Fowler, Rick, and
Jerilyn Fowler. Honey, Are You Listening?
How Attention Deficit Disorder Could Be Affecting Your Marriage. Nashville:
Thomas Nelson, 1995
Freed, Jeffrey. Right-Brained Children in a Left-Brained
World. Karisma: Jakarta.
Genioafam. Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan
Khusus. Gora Ilmu: Yogyakarta. 2009
Gryphone House. Permainan Kreatif untuk Prasekolah.
Erlangga: Jakarta. 2010
Ibuka, Masaru, Membuka Lorong Dunia Anak : Buku Pintar
Mendidik Anak Usia Dini. Annora Media: Yogyakarta, 2009
Melly, Kiong. Cara Kreatif Mendidik Anak. Progressio:
Jakarta. 2010
Oberlander, June R.. Slow and Steady Get Me Ready. PT.
Primamedia Pustaka: Jakarta. 2005
Setiono,
Widianto dan Ayah Ady. Apakah Anda Ingin
Menemukan Potensi Unggul Anak Anda Sejak Dini?. PT. Grasindo: Jakarta. 200
Tidak ada komentar:
Posting Komentar