Alat Peraga Edukatif

ALAT PERAGA EDUKATIF: Adalah istilah populer di dunia Pendidikan umumnya, dan khususnya Pendidikan Anak Usia Dini. Sebagai salah satu jenis permainan yg tidak saja mengedepankan sisi edukatif (proses pembelajaran) tetapi juga unsur hiburan bagi anak-anak yg memainkannya. APE juga bermanfaat untuk berbagai macam jenis therapy bagi banyak kalangan, mulai dari anak-anak usia balita, remaja, dewasa, hingga lansia, seperti okupasi therapy, brain gyms, dll. Sayangnya, istilah APE saat ini dipahami hanya sebatas APE u/PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Sehingga eksistensi APE bagi siswa SD, SLTP, SMU, Mahasiswa, dst. seolah-olah dinafikan sama sekali keberadaannya. Selain itu, APE seringkali digambarkan sebatas permainan berupa puzzle atau mainan bongkar pasang saja. Sehingga APE lain seperti tower hanoi, balok bangun, globe, rangka/anatomi tubuh manusia, origami, lego, dll. seolah-olah identik dengan puzzle. Benarkah demikian? Mari kita cermati bersama keberadaan APE di tengah-tengah sistem pendidikan yang ada di negeri ini.

Senin, 18 Oktober 2010

Awalnya adalah membaca.


Miracle Story
Terjadi pada Jennifer, yang terlahir dari rahim Marcia Thomas pada September 1984. Divonis positif menderita down syndrome, suatu jenis keterbelakangan mental yang ditandai oleh rendahnya IQ sehingga tidak memungkinkan seseorang hidup dengan wajar. Bahkan pada usia dua bulan Jennifer hampir mengalami kebutaan, tuli, dan keterbelakangan mental yang parah. Di usia yang masih belia pula, Jennifer harus menjalani serangkaian operasi bedah korektif karena mengalami gagal jantung.
Apa yang dilakukan Marcia? Terapi.
Yang bagaimana? yang membuat otak Jennifer mendapat rangsangan yang kaya sehingga kecerdasannya meningkat dan fungsi indranya bekerja lebih aktif.
Caranya? Diet membaca. Setiap hari Marcia membacakan sebelas buku pada buah hatinya yang masih bayi.
Hasilnya? IQ Jennifer melonjak tajam pada usia empat tahun, IQ-nya seratus sebelas.
Amazing, 111? Yes.
Menurut Paul Burns dalam Teaching Reading in Today’s Elementary Schools, ada banyak aspek yang bekerja saat kita membaca, yaitu sensori, persepsi, sekuensial (tata urutan kerja), pengalaman, berpikir, belajar, asosiasi, dan afeksi. Totalnya ada delapan aspek yang bekerja saat kita membaca. Apabila hal ini terjadi pada bayi, maka otaknya akan berkembang dengan pesat membangun sinapsis baru karena mendapat rangsangan yang kaya.
Why children need reading???
Ananda yang terbiasa membaca sedari kecil –bukan sekedar membunyikan huruf dan kata− akan memiliki ketrampilan, kemampuan dan ketajaman mencerna isi bacaan. Semakin sering Ananda membaca buku-buku yang bergizi, baik penuturannya dan teratur, maka kemampuan berpikir mereka akan lebih matang dan tertata. Ananda akan memiliki kerangka berpikir yang rapi serta mengembangkan kemampuan menimbang dan menilai dari apa yang Ananda serap dengan baik dari bahan bacaan.
Ananda akan mengembangkan rasa ingin tahu sekaligus kesabaran untuk memahami. Ia belajar untuk tidak tergesa-gesa. Ia juga belajar memahami segala sesuatu secara lebih teratur. Dengan membaca Ananda belajar mengendalikan diri, memusatkan perhatian, menghayati dengan perasaan, dan memahami makna tiap kata. Ini semua mematangkan emosi anak dan membangun kecakapan berpikir.
That’s way not only reading ability but the most important thing is the reason why kids need to read.
Ayah Bunda tidak hanya sekedar menggerakkan Ananda untuk memiliki kebiasaan Iqra’ semata. Lebih dari itu Ayah Bunda harus membuat Ananda gila membaca sejak usia dini, bismillah, dengan niat untuk menanamkan nilai-nilai keimanan di dada buah hati kita.
PE – ER nya??? Ayah Bunda harus menyajikan “bahan-bahan” yang bergizi untuk Ananda sebab sajian tersebut akan terekam dengan kuat dalam memori Ananda. Sayangnya, tak setiap buku dengan kemasan bagus, benar-benar bermanfaat bagi Ananda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar