BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pengangguran dan kemiskinan hingga saat ini masih
merupakan masalah besar bangsa Indonesia yang belum dapat terpecahkan. Menurut
data Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, penduduk yang berdomisili di Kota
Salatiga adalah 167.033 jiwa. Dari jumlah tersebut 9316 KK merupakan penduduk
miskin dan 4513 jiwa diantaranya termasuk pengangguran tetap. Sedangkan jumlah
kebutuhan tenaga kerja dari dunia usaha per tahun adalah 12.360 jiwa.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran.
Faktor yang paling dominan adalah tidak seimbangnya antara supply and
demand, dimana jumlah
pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lowongan yang tersedia atau
kualifikasi yang diinginkan oleh dunia usaha tidak dapat dipenuhi oleh
sumberdaya manusia yang ada. Faktor lainnya adalah masih belum dimanfaatkannya
peluang usaha yang bersumber dari potensi kearifan lokal masyarakat.
Pendidikan non formal memiliki
peranan yang besar dalam menanggulangi masalah pengangguran melalui program
kursus maupun pelatihan yang berjenjang dan terstruktur dengan mempersiapkan
sumberdaya manusia yang kompeten agar
mampu bersaing dalam pasar kerja global berdasarkan prinsip otonomi daerah yang
memperhatikan keberagaman kebutuhan atau potensi daerah dan warga belajar. Pendidikan
non formal berfungsi mengembangkan potensi warga belajar dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional.
Salah satu bentuk pendidikan non formal adalah pendidikan
kecakapan hidup, yaitu kursus dan pelatihan berbasis pendidikan kecakapan hidup
yang diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan, untuk memberikan kesempatan
belajar kepada masyarakat yang berminat mengikuti kursus dan pelatihan dalam
bidang keterampilan yang digali dari kearifan lokal masyarakat, sehingga mereka
dapat menumbuhkembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap mental profesional,
serta kemampuan mengelola diri dan lingkungannya untuk dijadikan bekal dalam
bekerja atau berwirausaha.
Keterampilan
yang diselenggarakan dalam program pendidikan kecakapan hidup adalah bidang
keterampilan produksi atau jasa yang inovatif dan kreatif sehingga memiliki
nilai tambah (value added) untuk dijadikan bidang usaha yang menjanjikan
(prospektif) atau memberi keunggulan kompetitif dalam bekerja bagi lulusan
program.
Salah satu instansi penyelenggara
pendidikan non formal yaitu Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yang dimiliki dan
dikelola oleh dinas pendidikan di level kabupaten/kota. Sebagai sanggar atau
pusat kegiatan belajar SKB melayani berbagai kegiatan dan program pendidikan
nonformal, termasuk didalamnya adalah program pendidikan kecakapan hidup.
Berdasarkan rencana kerja tahun
anggaran 2011 SKB Kota Salatiga mengadakan program pendidikan kecakapan hidup
bidang konveksi “Asesoris Perca Batik Indonesia” dengan sumber dana Block Grant
dari Direktorat Kursus dan Pelatihan. Beberapa alasan untuk mengusulkan jenis
ketrampilan tersebut antara lain banyaknya bidang industri / usaha yang
bergerak di bidang konveksi maupun garment di Kota Salatiga yang menghasilkan
banyak limbah kain perca sehingga biaya bahan baku lebih murah. Adanya nilai
tambah dari bahan baku yang murah sehingga meningkatkan harga jual. Aplikasi
produk yang masih bisa berkembang dengan beragam model dan corak yang menuntut
kreativitas warga belajar untuk pengembangan desain dan inovasi. Pangsa pasar
yang masih luas karena produk tahan lama dan up to date. Adanya jaringan pemasaran yang solid dan wilayah
pemasaran yang lebih luas dengan strategi marketing yang lebih maju.
Pendekatan yang digunakan dalam
penjaringan warga belajar melalui system “human
approach” yaitu sistem pendekatan kemanusiaan dengan memberikan pengertian
dan memotivasi warga belajar akan arti pentingnya belajar untuk menambah ilmu
dan wawasan demi kelangsungan hidup mereka. Serta perubahan mindset (pola pikir) warga belajar yang
hanya menilai hasil, karena selesai mengikuti program ada pembagian dana yang hanya
digunakan untuk konsumsi bukan sebagai dana stimulan untuk produksi yang
berkelanjutan, menjadi pola pikir proses melalui Achievement Training Motivation yang dilaksanakan oleh instruktur
kewirausahaan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
paparan latar belakang, maka permasalahan dalam karya ilmiah ini
dikonstruksikan sebagai berikut:
1. Bagaimana
penyelenggaraan program Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi “Asesoris Perca Batik
Indonesia” di Sanggar Kegatan Belajar Kota Salatiga 2. Bagaimana kisah sukses keberhasilan program Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi “Asesoris Perca Batik Indonesia” di Sanggar Kegatan Belajar Kota Salatiga
C. TUJUAN
Berdasarkan
substansi permasalahan di atas, maka tujuan dari penyusunan karya ilmiah ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan
penyelenggaraan program Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi “Asesoris Perca Batik
Indonesia” di Sanggar Kegatan Belajar Kota Salatiga 2. Mendeskripsikan kisah sukses keberhasilan program Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi “Asesoris Perca Batik Indonesia” di Sanggar Kegatan Belajar Kota Salatiga
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar Pendidikan Kecakapan Hidup
Brolin (l989)
mendefinisikan kecakapan hidup sebagai kontinum pengetahuan dan kemampuan yang
diperlukan oleh seseorang untuk berfungsi secara independen dalam kehidupan.
Pendapat lain mengatakan bahwa kecakapan hidup adalah kecakapan sehari-hari
yang diperlukan oleh seseorang agar sukses dalam menjalankan kehidupan (http://www.lifeskills-stl.org/page2.html).
Malik Fajar (2002) mendefinisikan kecakapan hidup sebagai kecakapan untuk
bekerja selain kecakapan untuk berorientasi ke jalur akademik. Sementara itu Tim
Broad-Based Education (2002) menafsirkan kecakapan hidup sebagai kecakapan
yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan
kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan
kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
Meskipun terdapat
perbedaan dalam pengertian kecakapan hidup, namun memiliki esensi yang sama
bahwa kecakapan hidup adalah kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang
diperlukan oleh seseorang untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat dan
bahagia. Oleh karena itu, pendidikan kecakapan hidup adalah, pendidikan yang
memberi bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta
didik tentang nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar yang bersangkutan mampu,
sanggup, dan terampil menjalankan kehidupannya, yaitu dapat menjaga
kelangsungan hidup dan perkembangannya. Dengan definisi tersebut, maka
pendidikan kecakapan hidup harus merefleksikan nilai-nilai kehidupan nyata
sehari-hari, baik yang bersifat preservative
maupun progresif. Pendidikan perlu
diupayakan relevansinya dengan nilai-nilai kehidupan nyata sehari-hari. Dengan
cara ini, pendidikan akan lebih realistis, lebih kontekstual. Tidak akan
mencabut peserta didik dari akarnya, sehingga pendidikan akan lebih bermakna
bagi peserta didik dan akan tumbuh subur.
Seseorang dikatakan
memiliki kecakapan hidup apabila yang bersangkutan mampu, sanggup, dan terampil
menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Kehidupan yang dimaksud
meliputi kehidupan pribadi, kehidupan keluarga, kehidupan tetangga, kehidupan
perusahaan, kehidupan masyarakat, kehidupan bangsa, dan kehidupan-kehidupan
lainnya. Ciri kehidupan adalah perubahan dan perubahan selalu menuntut
kecakapan-kecakapan untuk menghadapinya. Oleh karena itu, sudah sewajarnya jika
Pendidikan Luar Sekolah mengajarkan kecakapan hidup.
Salah satu unsur
dalam Pendidikan Non Formal (PNF) adalah Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill), dimana inti dari Pendidikan
Life Skill ini adalah pembelajaran pada peserta didik dengan mengutamakan aspek
ketrampilan yang dapat dipakai sebagai penunjang dan pegangan hidup bagi
mereka. Artinya ada relevansi pendidikan dengan kehidupan nyata yang nantinya
akan dijalani oleh peserta didik. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) merupakan
salah satu institusi dari Pendidikan Non Formal yang memiliki peran penting dan
strategis sekali dalam upayanya memberdayakan masyarakat marjinal khususnya di
bidang pendidikan yaitu melalui program – program pendidikan Life Skill seperti
pertukangan kayu, otomotif, menjahit, bordir, sablon, elektro, komputer dan
lain – lain. Sehingga tidak salah bila problem kemiskinan dan kebodohan yang
dihadapi masyarakat marjinal dapat dicarikan solusinya melalui program -
program PNF yang ada dalam institusi Sanggar Kegiatan Belajar (SKB).
Salah
satu kontribusi terbesar terserapnya peserta didik pada Program Kecakapan Hidup
(Life Skill) adalah masyarakat
marjinal yang berada pada desa tertinggal akibat aspek Sumber Daya Alam (SDA) yang
tidak mendukung kehidupan mereka. Dari data yang ada, bahwa jumlah masyarakat
miskin tahun 2004 sebanyak 36,1 juta dan tahun 2005 meningkat menjadi 54 juta,
dimana sekitar 15,4 juta penduduk miskin tersebut mendapatkan program Bantuan
Langsung Tunai (BLT) yang merupakan alokasi dana APBN dari kompensasi kenaikan
BBM.
Kondisi
menjadi semakin rumit ketika terjadi krisis ekonomi yang kedua pada tahun 2007,
yang menyebabkan kondisi sosial ekonomi masyarakat semakin terpuruk, yaitu
banyaknya industri keuangan (bank, asuransi, lembaga kredit, dan lain lain)
yang gulung tikar sehingga terjadi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) secara masal.
Masyarakat
miskin desa ditambah dengan masyarakat miskin kota akibat PHK inilah yang
memiliki kontribusi terbesar pada jumlah angka pengangguran terbuka di
Indonesia yaitu tahun 2003 sebanyak 9,5 juta, tahun 2004 sebanyak 10,8 juta dan
tahun 2005 sebanyak 11,27 juta serta jumlah penduduk setengah pengangguran
sebanyak 30,1 juta. Mereka semua adalah penduduk usia produktif yang mengalami
penurunan daya beli serta ketidakmampuan menyekolahkan anak mereka, artinya
banyak diantara anak – anak mereka yang mengalami putus sekolah atau drop out.
Berdasarkan
data yang diperoleh menunjukkan bahwa rata – rata lama pendidikan penduduk usia
15 tahun hanya 7, 1% dibawah pendidikan dasar 9 tahun. Artinya penduduk dengan
usia sampai 15 tahun yang dapat mengenyam pendidikan hanya 7, 1%. Di lain pihak
dapat dilihat pada data angka partisipasi sekolah, yaitu untuk penduduk usia
7-12 tahun (SD) 96%, usia 13-15 tahun (SMP) 81% dan usia 16-18 tahun (SMA) 50, 97%.
Hal ini menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah menunjukkan tren yang
semakin menurun, yaitu semakin tinggi jenjang suatu sekolah maka kemampuan
masyarakat untuk menyekolahkan anak – anak mereka semakin menurun.
Keberadaaan
masyarakat marjinal dengan kondisi sosial, ekonomi, dan pendidikan seperti
diatas akan berdampak pada menurunnya kemampuan mereka untuk menyekolahkan anak
- anaknya, sehingga program pemerintah dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) melalui pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa mengalami
stagnansi. Artinya pemberdayaan masyarakat marjinal akan semakin sulit teratasi
tanpa adanya peningkatan taraf hidup (pendapatan) masyarakat. Hal ini sesuai
dengan fakta di beberapa negara maju, bahwa pendapatan masyarakat yang tinggi
akan berbading lurus (berpengaruh) dengan peningkatan kualitas SDM. Sehingga
akar permasalahan masyarakat marjinal adalah tidak adanya pendapatan atau
penghasilan yang memadai di kalangan mereka akibat terputusnya akses ekonomi.
Dalam
konteks masyarakat marjinal ini maka pengertian – pengertian diatas merupakan
konsep pemikiran yang perlu disosialisaikan pada masyarakat marjinal untuk
memotivasi diri mereka dengan cara memberi bekal dasar dan latihan ketrampilan
yang disesuaikan dengan nilai -- nilai kebutuhan hidup sehari – hari agar tidak
selamanya mengalami keterpurukan dalam kehidupannya. Sehingga wajar apabila
solusi PNF melalui pendidikan kecakapan hidup ini terus dikumandangkan pada
mereka agar tertarik untuk mengikutinya baik di institusi pemerintah seperti
SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) ataupun di lembaga – lembaga non profit seperti PKBM
(Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) maupun LSM yang menyelenggarakan pendidikan
Life Skill bagi masyarakat kurang mampu.
Tim
Broad-Based Education Depdiknas (2002) mengemukakan bahwa tujuan pendidikan
kecakapan hidup adalah :
1. Mengaktualisasikan
potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahkan problema yang dihadapi.
2. Memberikan
kesempatan pada sekolah (Formal / Non Formal) untuk mengembangkan pembelajaran
yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas.
3. Mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya lingkungan sekolah (Formal/Non Formal) dengan mendaur
ulang limbah alam yang ada untuk dimanfaatkan sesuai dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah.
Berdasarkan Petunjuk Teknis Program
Bantuan Dan Dana Sosial Pendidikan Kecakapan Hidup Tahun 2010, Pendidikan Kecakapan
Hidup bertujuan untuk:
1.
Mengembangkan
produk-produk hasil dari kearifan lokal masyarakat melalui kursus dan pelatihan
yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan non formal
2.
Memberikan
pendidikan kecakapan hidup kepada peserta didik agar:
a.
Memiliki
keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk bekerja atau
berwirausaha.
b.
Memiliki
motivasi dan etos kerja yang tinggi dalam bekerja atau membangun usaha mandiri.
c.
Mampu
menghasilkan karya-karya kreatif yang memiliki keunggulan sehingga mampu
bersaing di pasar regional, nasional, dan internasional.
d.
Memiliki
kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan sepanjang hayat dalam rangka
mewujudkan keadilan pendidikan di setiap lapisan masyarakat.
Dengan
demikian secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan utama pendidikan kecakapan
hidup adalah menyiapkan peserta didik agar yang bersangkutan mampu, sanggup dan
terampil menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya di masa datang. Esensi
dari pendidikan kecakapan hidup adalah untuk meningkatkan relevansi pendidikan
dengan nilai – nilai kehidupan nyata, baik secara representatif maupun
progresif.
Adanya
pendidikan kecakapan hidup (Life Skill) bagi masyarakat marjinal ini akan
memberikan manfaat yang nyata baik secara pribadi peserta didik maupun terhadap
masyarakat lainnya yaitu :
1. Bagi
peserta didik, akan dapat meningkatkan kualitas berfikir, kualitas kalbu, dan
kualitas fisik. Peningkatan kualitas tersebut pada gilirannya akan dapat
meningkatkan pilihan – pilihan dalam kehidupan individu, misalnya karir,
penghasilan, pengaruh, prestise, kesehatan jasmani dan rohani, peluang
pengembangan diri, kemampuan kompetitif dan kesejahteraan pribadi.
2. Bagi
masyarakat, dapat meningkatkan kehidupan yang maju dan madani dengan indikator
– indikator sebagai berikut : peningkatan kesejahteraan sosial, pengurangan
prilaku destruktif sehingga dapat mereduksi masalah – masalah sosial dan
tumbuhnya harmonisasi dalam masyarakat dengan memadukan nilai – nilai religi,
solidaritas, ekonomi, kuasa dan seni (cita rasa).
Keberadaan masyarakat marjinal di sekitar kita merupakan fenomena yang wajar dan harus diterima sebagai bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana upaya kita sebagai anggota keluarga besar bangsa Indonesia ini untuk turut serta mencari solusi dalam rangka memberdayakan mereka agar tidak mengalami keterpurukan yang berkelanjutan.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memberdayakan
mereka adalah dengan peningkatan kualitas hidup melalui jalur pendidikan non
formal yaitu dengan mengikutsertakan mereka ke dalam program pendidikan
kecakapan hidup (Life Skill) di
Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). Mengingat
hal tersebut, SKB Salatiga selaku Unit Pelaksana Teknis Daerah Kota Salatiga
yang menangani pendidikan nonformal memandang perlu untuk mengadakan kegiatan
yang diperuntukkan bagi para ibu dan remaja putri dengan maksud untuk membentuk kelompok usaha yang
diharapkan dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan yang nantinya dapat
menjadi alternatif bagi peningkatan
taraf hidupnya.
Kelompok usaha yang akan
dibina oleh SKB Salatiga bagi ibu rumah tangga dan remaja putri didasarkan akan
potensi yang dimiliki Kota Salatiga. Indonesia
terkenal berbagai macam jenis batik di mana setiap kota mempunyai
ciri khas tersendiri. Sehingga
tidak mengherankan kalau masyarakat Indonesia terutama wilayah kota Salatiga dan sekitarnya membuat usaha konveksi untuk
beberapa jenis pakaian. Dari usaha konveksi
ini didapatkan limbah konveksi berupa kain perca. Kain perca inilah yang kemudian akan
diusahakan oleh SKB Salatiga sebagai sarana untuk dijadikan bahan dalam
pembuatan sarung bantal dan guling kursi pemanfaatan limbah konveksi.
Tidak
banyak yang perduli akan kehadiran kain perca batik ini. Kain Perca batik identik
dengan sesuatu yang kurang bermanfaat. Namun dengan memadukan, dan merajut potongan-potongan kain perca dapat
menghasilkan karya jahit indah. Potongan kain perca yang tadinya tidak berharga,
diubah menjadi barang yang berfungsi bahkan dipasarkan ke pasar lokal maupun
pasar internasional.
Berdasarkan Program Kerja Tahunan UPTD SKB Salatiga tahun
anggaran 2010, Pendidikan Kecakapan Hidup mengambil tema tentang pemanfaatan
limbah konveksi yang sering dijumpai di Kota Salatiga. Hal ini disesuaikan
dengan arah kebijakan pengembangan pendidikan dari P2PNFI yang condong pada Suistanable Development, yaitu
pengembangan berkelanjutan dengan prinsip reuse,
reduce dan recycle. Bahan baku
berupa liimbah konveksi yang murah dan mudah diperoleh di Salatiga dapat
menekan biaya produksi sehingga warga belajar tetap dapat berkreasi dan
berproduksi dengan modal semnim mungkin. Pemberian nilai tambah (value added) dengan keanekaragaman model
dan variasi produk dengan banyaknya tingkat aplikasi menjadikan produk yang
dihasilkan warga belajar memiliki harga jual yang tinggi.
Dengan keberagaman jenis
hasil ketrampilan yang mampu diupayakan dari ketrampilan perca ini, diharapkan
menjadi rangkaian kegiatan yang dapat memfasilitasi terwujudnya kelompok usaha
mandiri produktif yang berkualitas.
Yaitu ibu rumahtangga dan remaja putri yang memiliki kemampuan (capability) dan kualitas hidup bagi
dirinya, keluarga dan masyarakat. Hal
ini dapat dilihat dari berbagai indikator, misalnya adanya perubahan sikap yang
lebih positif dan maju, meningkatnya kemampuan kecakapan hidup (life skills), serta hasil karya baik
berupa barang atau jasa untuk keperluan diri dan masyarakatnya.
Tingginya
tingkat penawaran hasil produksi dan jangkauan pangsa pasar yang luas mendukung
produksi yang berkelanjutan sehingga dapat dijadikan alternatif pendapatan bagi
warga belajar. Jaringan distribusi yang luas dengan dukungan mitra kerja yang
solid menunjang kontinuitas produksi barang. Keikutsertaan produk dalam setiap
even pameran kerajinan maupun handycraft
tingkat nasional dan internasional di berbagai daerah melalui jaringan
komunitas pengrajin handycraft Jogjakarta turut mengenalkan brand product berlabel produksi warga
belajar SKB Salatiga. Sehingga secara tidak langsung turut mensosialisasikan
program dan layanan pendidikan non formal yang diselenggarakan oleh Sanggar
Kegiatan Belajar. Manfaat lain yang diperoleh saat bergabung dengan suatu
komunitas handycraft adalah kemudahan informasi tentang tren produk yang sedang
diminati masyarakat, jadwal pameran lokal untuk memperkenalkan produk dan
berhadapan dengan buyer yang bisa
member masukan tentang hasil produksi, konsinyasi produk pada jaringan
minimarket, supermarket maupun pasar kerajinan yang mendukung distribusi
barang.
BAB III
METODOLOGI
A. JENIS
Karya ilmiah ini menggunakan
metode penelitian kualitatif deskriptif. Menurut Maman (2002; 3)
penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial. Dengan kata
lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah
berlangsung pada saat studi. Metode kualitatif ini memberikan informasi yang
mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta dapat
diterapkan pada berbagai masalah (Husein Umar, 1999:81). Sedangkan karya ilmiah
ini lebih difokuskan pada studi kasus yang merupakan penelitian yang rinci
mengenai suatu obyek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam
dan menyeluruh. Menurut Vredenbregt (1987: 38) Studi kasus ialah suatu
pendekatan yang bertujuan untuk mempertahankan keutuhan (wholeness) dari
obyek, artinya data yang dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari
sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, di mana tujuannya adalah untuk
memperkembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai obyek yang bersangkutan
yang berarti bahwa studi kasus harus disifatkan sebagai penelitian yang
eksploratif dan deskriptif.
B. SUBJEK
Warga
belajar peserta Program Pendidikan Kecakapan Hidup Tahun 2010 di UPTD Sanggar
Kegiatan Belajar Kota Salatiga yang berjumlah 20 orang. Sasaran peserta didik
adalah warga masyarakat yang membutuhkan ketrampilan untuk bekerja, khususnya
mereka yang tidak mampu, tidak sekolah, menganggur, namun termasuk dalam
golongan usia produktif.
C. LOKASI / WAKTU
Pelaksanaan penelitian
dilakukan di Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga yang berlokasi di Jl.
Veteran No. 45 Tingkir Salatiga. Instansi pemerintahan tersebut merupakan salah
satu Unit Pelaksana Teknis Daerah yang bergerak di bidang pendidikan nonformal.
Penelitian dilaksanakan pada program Pendidikan Kecakapan Hidup dengan sumber dana
Block Grant Tahun 2011 bidang konveksi yaitu Asesoris Perca Batik Indonesia. Waktu
yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian adalah enam bulan yang meliputi proses
identifikasi, proses assessment warga belajar, pendampingan kelompok
belajar usaha, pendirian pra koperasi, pelaksanaan penelitian hingga laporan
akhir penelitian. D. JENIS DAN SUMBER DATA
Dalam penelitian ini jenis dan sumber data
yang digunakan adalah:
1. Data
Primer merupakan data yang didapat dari sumber informan pertama yaitu individu
atau perseorangan seperti hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Ini
diperoleh melalui wawancara dengan warga belajar yang mengikuti program
Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi Asesoris Perca Batik Indonesia yang
dianggap tahu mengenai masalah dalam penelitian. Data primer ini berupa antara
lain:
- catatan hasil wawancara
- hasil observasi ke lapangan secara langsung
dalam bentuk catatan tentang situasi dan kejadian
- data-data mengenai informan
2. Data
Sekunder merupakan data primer yang sudah diolah lebih lanjut dan disajikan
oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain misalnya dalam bentuk
tabel-tabel atau diagram-diagram. Data ini digunakan untuk mendukung infomasi
primer yang diperoleh baik dari dokumen, maupun dari observasi langsung ke
lapangan (Umar, 1999:99-100). Data sekunder tersebut antara lain berupa:
- Surat Keputusan tentang Struktur Organisasi
Kerja Dinas
- Struktur Panitia Pelaksana Program Pendidikan
Kecakapan Hidup Bidang Konveksi Asesoris Perca Batik Indonesia Tahun 2010.
- Data-data warga belajar peserta program
Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi Asesoris Perca Batik Indonesia Tahun
2010.
Secara keseluruhan, data yang diperlukan
dalam penelitian ini meliputi:
1. Visi,
misi dan tujuan UPTD Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga.
2. Struktur
organisasi kerja di UPTD Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga, meliputi
struktur organisasi, unit kerja, bidang dan kelompok-kelompok kerja yang ada.
3. Iklim
kerja di UPTD Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga.
- Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan teknik
pengumpulan data pengamatan (observasi) dan wawancara mendalam atau in-depth
interviews (Chaedar, 2002: 154-156). Kedua metode/teknik tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
1. Pengamatan/Observasi
yang dimaksud adalah pengamatan yang sistematis tentang kejadian dan tingkah
laku dalam setting sosial yang dipilih untuk diteliti.
2. Wawancara
mendalam (in-depth interviews).
Wawancara mendalam adalah teknik pengumpulan
data yang didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu tujuan
tertentu. Wawancara dilakukan untuk mendapat berbagai informasi menyangkut
masalah yang diajukan dalam penelitian. Wawancara dilakukan kepada responden
yang dianggap menguasai masalah penelitian.
E. Informan
Dalam penelitian ini, ada
beberapa pertimbangan untuk menentukan informan sebagai sumber informasi. Dalam
menentukan informan pertimbangannya adalah:
- Keakuratan dan validitas informasi yang diperoleh. Berdasarkan hal ini maka jumlah informan sangat tergantung pada hasil yang dikehendaki. Bila mereka yang menjadi informan adalah orang-orang yang benar-benar menguasai masalah yang diteliti, maka informasi tersebut dijadikan bahan analisis.
- Jumlah informan sangat bergantung pada pencapaian tujuan penelitian, artinya bila masalah-masalah dalam penelitian yang diajukan sudah terjawab dari 5 informan, maka jumlah tersebut adalah jumlah yang tepat.
- Peneliti diberi kewenangan dalam menentukan siapa saja yang menjadi informan, tidak terpengaruh jabatan seseorang. Bisa saja peneliti membuang informan yang dianggap tidak layak.
No
|
Jabatan
|
Nama
|
1
|
Penanggung Jawab
|
Drs. O. Bambang
Suwartono
|
2
|
Ketua Panitia
|
Riyanik, S. Pd.
|
3
|
Bendahara
|
Dwi Purwani
Ekaswati
|
4
|
Sekretaris
|
Alfi Rokhana M.,
SP., M. Pd.
|
5
|
Anggota
|
Alfi Sa’dhiyah,
S.Pd.
|
Tabel
1. Informan Penelitian
G. Teknik
Pengolahan dan Analisis Data
Untuk menganalisis penelitian ini, maka
dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: (Miles dan Huberman, 1992: 18)
1. Pengumpulan
informasi, melalui wawancara, kuisioner maupun observasi langsung.
2. Reduksi.
Langkah ini adalah untuk memilih informasi mana yang sesuai dan tidak sesuai
dengan masalah penelitian.
3. Penyajian.
Setelah informasi dipilih maka disajikan bisa dalam bentuk tabel, ataupun
uraian penjelasan.
4. Tahap
akhir, adalah menarik kesimpulan. (Miles dan Huberman, 1992: 18) Kuisioner yang
diajukan kepada informan semata-mata sebagai bahan kajian yang mendasar untuk
membuat kesimpulan. Bagaimanapun pendapat banyak orang merupakan hal penting
meskipun tidak dijamin validitasnya. Semakin banyak informasi, maka diharapkan
akan menghasilkan data yang sudah tersaring dengan ketat dan lebih akurat.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A.
Analisa Peluang Usaha
Program Pendidikan Kecakapan Hidup diselenggarakan
dengan menggunakan strategi 4 in 1, yaitu: 1) Analisis peluang kerja atau
usaha, 2) pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, 3) penilaian hasil
belajar atau uji kompetensi, dan 4) penempatan kerja atau pengembangan usaha
mandiri. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun
2010 diketahui bahwa Kota Salatiga memiliki 20 pabrik industri yang bergerak di
bidang konveksi serta 10 usaha kegiatan mikro yang berproduksi di bidang
garment. Dengan demikian akan dengan mudah dijumpai limbah kain perca sebagai
hasil reduksi pengolahan produk pabrik maupun usaha mikro dan menengah. Trend
batik yang terus mencuat sejak digaungkan lewat pencanangan Hari Batik
Nasional, kewajiban memakai batik bagi Pegawai Negeri Sipil serta kampanye
cinta batik mendongkrak pangsa pasar pengguna batik di Indonesia.
Pemilihan topik produksi asesoris perca batik
berdasarkan pada peningkatan permintaan masyarakat terhadap produk batik dan
aplikasinya sehingga membuka peluang usaha untuk pengembangan usaha mandiri
bidang produksi asesoris perca batik. Ketersediaan bahan baku yang melimpah dan
relatif murah dapat menekan biaya produksi sehingga meningkatkan marjin
keuntungan dari penjualan produk. Pemberian nilai tambah dari bahan baku kain
perca yang tidak terpakai dengan prinsip reduced,
reused dan recycle sesuai prinsip
pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) menambah nilai jual produk asesoris yang dihasilkan oleh warga
belajar.
B.
Kursus dan Pelatihan Kerja
Setelah menentukan bidang ketrampilan yang akan
diajarkan pada Program Pendidikan Kecakapan Hidup, langkah selanjutnya adalah pelaksanaan
kursus dan pelatihan kerja. Dalam program aksi ini terdapat tiga tahapan yaitu
: tahap identifikasi, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi.
Tahapan identifikasi meliputi tiga hal, yaitu
identifikasi tujuan, identifikasi sasaran serta identifikasi sumber daya.
Identifikasi tujuan digunakan untuk menentukan tujuan pembelajaran pada Program
Pendidikan Kecakapan Hidup agar terarah dalam proses pembelajarannya.
Mengacu pada
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Program dan Dana Bantuan Sosial Pendidikan Kecakapan Hidup (2011)
disebutkan beberapa tujuan yang hendak dicapai, yaitu
1. Mengembangkan produk-produk hasil dari
kearifan lokal masyarakat melalui kursus dan pelatihan yang diselenggarakan
oleh lembaga pendidikan non formal.
2.
Memberikan
pendidikan kecakapan hidup kepada peserta didik agar:
a.
Memiliki
keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan untuk bekerja atau
berwirausaha.
b.
Memiliki
motivasi dan etos kerja yang tinggi dalam bekerja atau membangun usaha mandiri.
c.
Mampu
menghasilkan karya-karya kreatif yang memiliki keunggulan sehingga mampu
bersaing di pasar regional, nasional, dan internasional.
d. Memiliki kesempatan yang sama untuk
memperoleh pendidikan sepanjang hayat dalam rangka mewujudkan keadilan
pendidikan di setiap lapisan masyarakat.
Identifikasi sasaran bertujuan untuk
menentukan dan memetakan peserta didik program pendidikan kecakapan hidup tahun
2010. Tahapan identifikasi ini meliputi pendataan identitas diri calon warga
belajar yaitu nama, usia jenis kelamin, tempat tinggal, pekerjaan, latar
belakang pendidikan dan ketrampilan yang telah dimiliki. Setelah itu diadakan
proses seleksi dengan wawancara secara personal untuk mengetahui motivasi calon
warga belajar mengikuti program. Kriteria peserta didik calon Program PKH yang layak diusulkan untuk memperoleh dana
bantuan sosial adalah:
a.
Penduduk
usia produktif (prioritas usia 18 – 45 tahun)
b.
Menganggur
c.
Berasal
dari keluarga tidak mampu
d. Tidak sedang mengikuti pendidikan
formal
e.
Mempunyai
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung
f.
Prioritas
berdomisili tidak jauh dari SKB Kota Salatiga
g.
Sanggup
mengikuti proses pembelajaran sampai dengan selesai, yang dibuktikan dengan
surat pernyataan
Proses seleksi pada 8 November 2010 berhasil
menyaring 20 orang warga belajar yang bermotivasi tinggi dan berkemauan untuk
menambah wawasan dan ketrampilan dalam produksi asesoris perca batik. Mereka
berasal dari enam desa di Salatiga, yaitu : Kecandran, Ngentak, Candi,
Argomulyo, Dukuh serta Turusan sehingga dimungkinkan untuk pembentukan Kelompok
Belajar Usaha (KBU) yang menjadi embrio pembentukan Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM) yang dikelola langsung oleh masyarakat dibawah pembinaan Sanggar
Kegiatan Belajar sehingga meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam
pembangunan.
Adapun identifikasi sumberdaya
meliputi sumber daya manusia dan sumber daya alam. Sumber daya manusia mencakup
instruktur, ketrampilan dasar yang dimiliki warga belajar, serta struktur
manajemen program. Pendidik atau instruktur yang akan mengajarkan materi dalam
program PKH harus memenuhi persyaratan berikut:
a.
Minimal
berpendidikan SLTA
b.
Memiliki
sertifikat sebagai pendidik dan/atau penguji;
c.
Memiliki
kompetensi sesuai bidang tugasnya;
d.
Mampu
mengembangkan komunikasi efektif;
e.
Mampu
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran;
f.
Mampu
mengevaluasi hasil belajar;
g.
Mampu
memotivasi belajar.
Narasumber teknis adalah akademisi,
pakar, praktisi, pengrajin, pengusaha, atau tokoh bidang wirausaha. Narasumber
teknis terdiri atas nasumber teknis bidang keterampilan/jasa dan bidang
kewirausahaan, dengan kriteria:
a. Pendidikan minimal SLTA
b. Mampu melatih jenis keterampilan/jasa
tertentu sesuai program yang dikembangkan
c.
Mampu
menanamkan jiwa kewirausahaan
Rekruitmen instruktur dan nara sumber
teknis dilaksanakan pada 2 November 2010 dalam bidang produksi dan
kewirausahaan. Tutor produksi berasal dari praktisi kewirausahaan yang telah
memiliki usaha di bidang produksi home décor yang telah memiliki jaringan
pemasaran luas di bawah binaan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Tutor
produksi juga melakukan assesment dan
pengawasan quality control dari hasil
produksi warga belajar sehingga produk yang dihasilkan dapat diterima oleh
konsumen akhir. Tutor kewirausahaan adalah salah seorang pamong belajar Sanggar
Kegiatan Belajar Kota Salatiga yang telah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan
Kewirausahaan tingkat nasional untuk materi motivasi jiwa kewirausahaan dan
bekerjasama dengan mitra kerja bidang pemasaran untuk materi strategi
marketing. Program Pendidikan Kecakapan Hidup dilaksanakan oleh 4 orang pengelola
program yang terdiri dari 1 orang tenaga Tata Usaha yang menjabat sebagai
bendahara dan 3 orang pamong belajar dengan jabatan Ketua, Sekretaris dan
Anggota.
Sumber daya alam meliputi ketersediaan
alat dan bahan di lingkungan belajar. Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga
seringkali mengadakan kursus maupun pelatihan di bidang konveksi sehingga
memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, antara lain :
1. 1 buah ruang belajar teori dalam
kondisi memadai
2. 1 buah ruang belajar praktek kondisi
baik
3. 9 buah mesin jahit biasa, kondisi baik
4. 2 buah mesin jahit zigzag, kondisi
baik
5. 1 buah mesin obras, kondisi baik
6. 1 buah meja potong dalam keadaan baik
7. 1 buah setrika dalam kondisi baik.
Tahap pelaksanaan program Pendidikan
Kecakapan Hidup Bidang Konveksi “Asesoris Perca Batik Indonesia” dilaksanakan
mulai 1 September 2010 sampai dengan 15 Desember 2010. Diadakan dua kali
pertemuan tiap minggu dengan kesepakatan waktu antara pengelola dan warga
belajar. Hasil kesepakatan pertemuan diadakan tiap hari Senin dan Jumat dengan
porsi tatap muka antara instruktur dan warga belajar selama 4 jam pelajaran
dengan asumsi tiap jam pelajaran adalah 60 menit.
Strategi pembelajaran program Pendidikan
Kecakapan Hidup “Asesoris Perca Batik Indonesia” dilakukan sebagai berikut:
a. Metode
Pembelajaran meliputi teori dan
praktik. Metode pembelajaran yang digunakan dapat berupa ceramah, diskusi, dan tanya
jawab. Pembelajaran praktek adalah belajar praktek produksi “home décor”,
asesoris perca berupa tas jinjing, tas laptop dan “folding bag” di Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga.
Perbandingan persentase pembelajaran praktik dengan teori adalah 70 : 30.
b. Proses Pembelajaran
Dalam prakteknya
teori dilaksanakan secara bersamaan dengan praktek karena semua warga belajar
sudah memiliki kemampuan menjahit tingkat dasar. Sehingga dalam proses
pembelajaran warga belajar dituntut untuk aktif bertanya tentang teknis
pembuatan produk. Tingkat keaktifan warga belajar mencapai 98% dalam proses
pembelajaran. Tingkat kehadiran warga belajar dalam proses pembelajaran materi
mencapai 85% karena warga belajar antusias untuk menguasai jenis ketrampilan
asesoris perca yang berusaha menggali model dan design yang up to date, bukan hanya pada teknis
pembuatan tapi juga aplikasi teknis pada bentuk ketrampilan yang lain.
c.
Uji Kompetensi atau
Sertifikasi
Uji kompetensi
diberikan oleh Sanggar Kegiatan Belajar Kota Salatiga dengan tim penilai adalah
instruktur dan nara sumber teknis yang aktif dalam proses pembelajaran Program
Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi “Asesoris Perca Batik Indonesia”
Tahun 2010. Kegunaan dari uji kompetensi adalah sebagai alat ukur kualitatif
terhadap keberhasilan program Pendidikan Kecakapan Hidup sebagai bahan evaluasi
keberhasilan penyelenggaraan program.
Evaluasi pembelajaran
bidang produksi dilaksanakan oleh instruktur produksi dengan menerapkan
penilaian quality control yang ketat
agar produk yang dihasilkan layak jual. Tingkat keberhasilan penguasaan materi
produksi “Asesoris Perca Batik Indonesia” mencapai 100% karena seluruh warga
belajar program PKH telah memiliki kompetensi di bidang menjahit dasar.
Evaluasi materi
kewirausahaan dilakukan dengan melibatkan warga belajar secara aktif pada
proyek pameran handicraft tingkat Jawa Tengah yang diadakan Dinas Koperasi dan
UMKM tingkat provinsi di Gedung Kartini, Semarang pada tanggal 18 Oktober 2010.
Melakukan mediasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Salatiga
bidang Usaha Kecil Menengah untuk menjadi mitra binaan sehingga dapat
berpartisipasi dalam ruang pamer di Dewan Kerajinan Nasional Daerah
(Dekranasda) Kota Salatiga. Penjualan hasil produksi yang lolos quality control pada konsumen akhir yang
langsung dilaksanakan oleh warga belajar pada masyarakat sekitar. Tingkat
partisipasi warga belajar yang berhasil lulus dalam evaluasi materi
kewirausahaan hanya 60%. Warga belajar mengalami hambatan saat harus menerapkan
prinsip-prinsip marketing karena hanya membatasi kompetensi diri di bidang produksi
saja. Sehingga pada prakteknya terjadi kolaborasi antara warga belajar yang
berkompetensi bidang produksi dengan bidang marketing yang saling
menguntungkan.
d.
Penempatan Lulusan
Berdasarkan Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Program Kecakapan Hidup Tahun 2010, SKB Kota Salatiga selaku
penyelenggara melakukan penempatan lulusan untuk bekerja di dunia usaha kecil
menengah dan merintis usaha mandiri, serta melakukan pendampingan terhadap
lulusan baik yang bekerja, usaha mandiri, maupun yang belum tersalurkan.
Pendampingan lulusan dapat dilakukan melalui:
1.
Bagi
lulusan yang bekerja:
a.
Memberi
jasa konsultasi untuk mengatasi masalah-masalah dalam pekerjaan;
b.
Menyediakan
kesempatan meningkatkan kompetensi sesuai kebutuhan kerja lulusan;
2.
Bagi
lulusan yang usaha mandiri:
a. Pendampingan manajemen;
b. Pendampingan dalam perluasan
pemasaran;
c. Membantu perluasan jaringan
permodalan;
d. Membantu dalam penerapan teknologi.
3.
Bagi
lulusan belum tersalurkan
a. Peningkatan kompetensi;
b. Memberikan informasi lowongan kerja;
c.
Membantu
pengembangan rintisan usaha mandiri.
Pada program
Pendidikan Kecakapan Hidup bidang konveksi “Asesoris Perca Batik
Indonesia”tahun 2010 pendampingan lulusan lebih ditekankan pada usaha mandiri
yang mengangkat potensi lokal Kota Salatiga untuk partisipasi aktif warga
masyarakat dalam program pembangunan daerah, khususnya untuk membangkitkan
bidang usaha kecil dan menengah bidang handycraft yang mati suri di Kota
Salatiga.
Pendampingan
manajemen dilakukan oleh 3 orang
pengelola program Pendidikan Kecakapan Hidup untuk mendampingi warga belajar
dalam menentukan cost production, harga
jual bahkan penentuan marjin keuntungan yang hendak diraih. Selain itu dengan
mendampingi warga belajar dalam melakukan proses akuntansi dengan pembukuan
sederhana agar mengetahui kurva peningkatan usaha yang telah dirintis.
Pendampingan juga dilakukan dalam proses pendirian Pra Koperasi Titian Mandiri
Tunas Mekar untuk mewadahi aspirasi warga belajar Sanggar Kegiatan Belajar Kota
Salatiga yang pernah mendapat bantuan sosial kewirausahaan. Pembentukan pra
koperasi ini dimaksudkan untuk mempermudah pemantauan kelanjutan produksi,
pemasaran dan usaha yang telah dirintis serta kemudahan pemberian modal untuk pengembangan
usaha.
Tingkat keberhasilan
pengelola dalam manajemen pelaksanaan program dan pembentukan pra koperasi
mencapai 95%. Panitia pelaksana bekerjasama dengan solid dalam memajukan dan
mengembangkan program Pendidikan Kecakapan Hidup “Asesoris Perca Batik
Indonesia” Tahun 2010 mendukung keberhasilan pelaksanaan dan pendampingan
program. Akuntabilitas dana bantuan sosial, keterbukaan dalam pengelolaan hasil
penjualan, dan pembagian marjin keuntungan yang jelas menumbuhkan kepercayaan
antara pengelola dan warga belajar sehingga program berjalan dengan lancar dan
turut mendukung tingkat keberhasilan program. Hambatan yang dialami pengelola
terjadi pada saat pembentukan pra koperasi karena harus menghadirkan semua
warga belajar yang telah menerima dana bantuan sosial program kewirausahaan
sehingga kesulitan dalam menentukan waktu yang tepat. Dengan demikian proses
pendataan juga mengalami hambatan karena ada warga belajar yang tidak
mengumpulkan biodata tepat waktu sehingga data hilang atau terselip.
Pendampingan
marketing dilakukan oleh mitra kerja yaitu CV. Citra Grafika yang berkedudukan
di Yogyakarta. Proses pendampingan yang dilakukan adalah test case product pada konsumen akhir untuk menentukan harga jual
dan tangkat atensi masyarakat terhadap produk. Perluasan jaringan pemasaran
dengan menghubungi kontak usaha dari mitra kerja untuk melakukan konsinyasi
produk. Penyertaan produk dalam ruang pamer di Mirota Kampus Jogja dan Picuk
Gallery yang sering menjadi tujuan wisata lokal dan mancanegara. Penyertaan
produk pada even internasional Handycraft
Indonesia Festival yang diselenggarakan di Malaysia pada bulan Nopember
2010 melalui daftar kontak usaha yang dimiliki oleh mitra kerja yaitu CV. Citra
Grafika.
Tingkat keberhasilan
bidang marketing dalam memasarkan hasil produksi warga belajar adalah 100%
dengan dua macam produk yaitu alat peraga edukasi Buku Kain Mandiri (Cloth Books) dan produk asesoris perca
batik sehingga warga belajar terus berproduksi secara berkelanjutan yang
mendukung kesuksesan program Pendidikan Kecakapan Hidup. Perluasan jaringan
pemasaran berhasil dilakukan berkat kerjasama pengelola dengan CV. Citra
Grafika yang telah mengembangkan pasar kerajinan di Jawa Timur, Jawa Tengah dan
DIY serta Jawa Barat dan Jakarta dan memiliki konsumen fanatik yang menghargai
nilai produk bukan hanya berdasar harga jual.
Pengelola program PKH
“Asesoris Perca Batik Indonesia” juga membantu lulusan program dalam hal
perluasan jaringan permodalan. Salah satunya dengan pemberian dana stimulan
bergulir. Pada umumnya dana stimulan bergulir diberikan secara tunai, namun
berbeda dengan sistem permodalan yang dibangun pada program Pendidikan Kecakapan
Hidup tahun 2010. Pemberian modal
peralatan dilakukan dengan sistem pinjam-pakai, dimana peralatan berupa 2 mesin
jahit dipinjamkan pada masing-masing kelompok usaha yang dirintis di Turusan,
Kecandran, Candi, Ngentak, Dukuh dan Argomulyo. Selama lulusan program masih
berproduksi mesin boleh dikaryakan namun apabila sudah tidak berproduksi, maka
mesin jahit ditarik untuk disalurkan pada kelompok belajar usaha yang lain
sehingga menunjang kelangsungan produksi dan program berjalan secara
berkelanjutan.
Selain itu bantuan permodalan dari Sanggar Kegiatan Belajar Kota
Salatiga dirupakan dalam bentuk bahan-bahan produksi dimana masing-masing
lulusan memperoleh bahan produksi senilai Rp 240.000,00 dalam bentuk simpanan
pokok dan simpanan wajib pada lembaga pra koperasi Titian Mandiri Tunas Mekar. Bahan-bahan
produksi berupa peralatan jahit, kain perca batik, kain blacu, serta bahan
produksi kain flanel sebagai kelanjutan usaha rintisan Cloth Books hasil rintisan tim marketing Kelompok Usaha Pemuda
Produktif Tahun 2009.
Tingkat keberhasilan
dalam bidang permodalan mencapai 80 %. Hal ini disebabkan dari 20 orang lulusan
Program Pendidikan Kecakapan Hidup yang masih aktif berproduksi dan menyatakan
turut berpartisipasi dalam proses pendampingan usaha sebagai Kelompok Belajar
Usaha (KBU) binaan SKB Kota Salatiga terdapat 16 orang lulusan yang mengakses
permodalan dari bantuan sosial program Pendidikan Kecakapan Hidup. Sedangkan
2 orang lulusan program mengundurkan
diri karena kesibukan sebagai ibu rumah tangga dan 2 orang lagi mengundurkan
diri karena kesibukan sebagai pedagang di Pasar Pagi Salatiga.
Bantuan dalam hal
penerapan teknologi dinilai pengelola belum maksimal karena keterbatasan dana
untuk pengadaan masin jahit highspeed dan mesin jahit zigzag yang sangat
dibutuhkan dalam proses produksi. Sehingga penerapan teknologi yang bisa
diterapkan adalah teknologi informasi yaitu pengoperasian internat agar lulusan
dapat mentransfer ilmu di bidang desian produk dan belajar memasarkan produk
secara online.
BAB V
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Secara umum
berdasarkan hasil wawancara mendalam (in-depth
interview) dan pendataan pengelola selaku informan dan interview dengan
lulusan program Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi “Asesoris Perca
Batik Indonesia” tingkat keberhasilan pelaksanaan program adalah 88, 57 %.
Dengan indikator keberhasilan program dalam bidang manajemen 95%, bidang
pemasaran 100%, bidang permodalan 80% dan bidang teknologi terapan 80%. Lulusan
program Pendidikan Kecakapan Hidup berhasil menyelesaikan proses pembelajaran
bidang produksi home décor dan asesoris perca batik dengan tingkat
partisipasi warga belajar 95% dan tingkat kehadiran mencapai 90%.
Partisipasi dan
kehadiran warga belajar yang tidak mencapai prosentase sempurna dikarenakan
adanya warga belajar yang telah memiliki ketrampilan di bidang produksi
asesoris perca batik dan hendak menggali ilmu desain produksi dari instruktur
yang berkompeten dalam program Pendidikan Kecakapan Hidup untuk menambah ragam
dan variasi produk yang dihasilkan. Proses pengerjaan pun lebih aktif di rumah
warga belajar yang bersangkutan karena telah memiliki peralatan produksi dan
memiliki background sebagai produsen
seprai dan produk aplikasinya.
Warga belajar yang
aktif berproduksi dengan indikator penggunaan dana stimulan bergulir dalam
bentuk bahan baku hanya mencapai 80 % karena beberapa warga belajar mengundurkan
diri dari program pendampingan dan pembentukan kelompok usaha serta pola pikir
materi (money minded). Warga belajar
mengundurkan diri sebab sudah merasa puas dengan tambahan wawasan dan berusaha
mengaplikasikan sendiri ilmu yang didapat dalam usaha home industry yang telah dirintis secara pribadi. Selain itu warga
belajar sudah disibukkan dengan aktivitas harian selaku pedagang pasar di
Pasaraya Salatiga yang menuntut totalitas individu sehingga hanya menerima
order dari SKB Salatiga selaku distributor.
Penguasaan manajemen
pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh pamong belajar SKB Salatiga dinilai
masih sangat rendah. Hal ini dikarenakan
basic pendidikan yang tidak mumpuni
dari pamong belajar yang tidak menekuni dunia ekonomi praktis dan tidak memiliki
latar belakang dunia wirausaha. Sehingga
mengalami kesulitan dalam menentukan cost
product, margin profit, bahkan kapasitas produksi barang. Pamong belajar
pengelola Program Kecakapan Hidup Tahun 2010 mengambil kebijakan untuk
melakukan konsolidasi dan menggandeng mitra kerja dalam penentuan cost product berdasarkan hasil quality control dan pangsa pasar yang
hendak dibidik.
Tantangan mendasar
yang perlu diusahakan oleh pengelola program Pendidikan Kecakapan Hidup adalah
perubahan pola pikir (mindset) warga
belajar yang sekedar money oriented
karena mendapat pelatihan gratis dan bebas biaya menjadi pola pikir produktif. Dengan
demikian diperlukan training motivasi serupa Achievement Training Motivation (ATM) bagi warga belajar, yang
diaplikasikan secara terintegrasi dalam kurikulum kewirausahaan ataupun
dilaksanakan secara independen, sebelum mereka mengikuti program pelatihan dan
kursus. Pelatihan motivasi difokuskan pada pembentukan pribadi warga belajar
yang memiliki jiwa entrepeneur
sehingga tidak mudah putus asa dalam merintis pembentukan kelompok usaha dan
lebih ulet dalam berproduksi maupun melakukan distribusi produk yang
dihasilkan. Pengenalan pribadi lebih mendalam sehingga dapat dipetakan warga
belajar yang berkompeten dalam distribusi atau bidang produksi maupun yang
sudah mumpuni dalam kedua bidang tersebut. Dengan pemahaman yang mendalam maka
dapat dilakukan pembagian tugas dan peningkatan kompetensi masing-masing warga
belajar dengan metode konstruktivis sehingga tidak menyamaratakan kemampuan
awal warga belajar namun menghargai dan mengembangkan kompetensi dasar yang
telah dimiliki sehingga proses pembelajaran memiliki arah yang jelas.
B.
Rekomendasi
Keberhasilan Program
Pendidikan Kecakapan Hidup Bidang Konveksi “Asesoris Perca Batik Indonesia”
Tahun 2010 di SKB Salatiga beberapa waktu lalu, hendaknya memberikan inspirasi
dan membuka cakrawala baru bagi praktisi pendidikan non formal mengenai format
pengadaan maupun pelaksanaan kursus dan pelatihan sejenis di masa yang akan
datang.
Perlunya pemberian training
motivasi dalam bentuk Achievement
Training Motivation (ATM) pada tiap pelaksanaan program kursus dan
pelatihan sejenis. Perubahan paradigma mutlak diperlukan dalam melakukan proses
pembelajaran yang ditujukan bagi peserta didik usia dewasa agar tercapai
peningkatan kualitas vokasi dalam hal kecakapan hidup (life skills). Dengan perubahan pola pikir money oriented menjadi pola pikir produktif akan menghasilkan
lulusan kursus yang berkualitas, berjiwa entrepreneur
dan siap tempa dengan kondisi persaingan usaha. Pergantian, pergeseran bahkan
perubahan kualitas pribadi warga belajar dalam menghadapi persoalan sosial
kehidupan mendukung keberhasilan warga belajar dalam menemukan solusi terbaik
dalam mengatasi dan menjawab problematika kehidupan secara mandiri dan
profesional.
Peningkatan kompetensi
pengelola program kursus dan pelatihan khususnya pamong belajar perlu
ditingkatkan lagi melalui jalinan kerjasama dengan instansi pemerintah seperti
Depperindagkop Kota Salatiga maupun pelaku bisnis kreatif dan komunitas
pengrajin handycraft sehingga dapat
dilakukan transfer informasi di bidang pengelolaan manajemen keuangan. Selain
transfer informasi dapat juga dilaksanakan perluasan jaringan komunikasi yang
menunjang jalur distribusi dan keberlangsungan produksi sehingga program kursus
dapat menopang kehidupan ekonomi warga belajar. Keuntungan lain yang diperoleh
selama bergabung dengan komunitas bisnis adalah adanya sharing tentang even-even
pameran yang diselenggarakan di daerah sehingga pengelola dapat melakukan
konsinyasi maupun merger stand dengan pihak lain untuk memperkenalkan produk
pada konsumen.